Wednesday, June 27, 2012

Jumlah Terbitan Buku di Indonesia Rendah

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Pengunjung memilih buku yang dipamerkan salah satu standJakarta Book 
Fair 2012 di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (23/6). Selain untuk 
menyemarakkan HUT Ke-485 Jakarta, pameran yang berlangsung hingga 
1 Juli itu juga untuk mengampanyekan pentingnya buku bagi kehidupan.
JAKARTA - Jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 judul buku per tahun. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul buku per tahun, India 60.000, dan China sekitar 140.000 judul buku per tahun.

Jumlah produksi buku Indonesia hampir sama dengan Vietnam dan Malaysia. ”Namun, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masing-masing negara tersebut, produksi Indonesia tergolong rendah,” kata Hikmat Kurnia, Ketua Panitia Jakarta Book Fair 2012, seusai acara pembukaan di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (23/6). Kegiatan yang berlangsung 23 Juni hingga 1 Juli 2012 ini diikuti 332 penerbit, 210 stan, dan 85 mata acara.

Rendahnya produksi buku ini, menurut Hikmat, banyak faktor, terutama dipengaruhi rendahnya daya beli dan minat baca masyarakat. Daya beli dipengaruhi harga buku yang mestinya bisa lebih murah jika pemerintah memberikan banyak insentif, seperti keringanan pajak kertas, harga buku, dan honor penulis.

”Adapun untuk meningkatkan minat baca masyarakat, pemerintah mestinya gencar berkampanye,” kata Hikmat.

Ketua Ikatan Penerbit Indonesia Cabang DKI Jakarta HE Afrizal Sinaro mengatakan, hingga saat ini untuk satu judul buku baru rata-rata dicetak di kisaran 3.000 eksemplar atau 5.000 eksemplar jika buku diyakini bakal laris. ”Keadaan ini belum beranjak dibandingkan 10-15 tahun lalu. Hal ini bisa menggambarkan pertumbuhan minat baca masyarakat yang belum signifikan,” ujar Afrizal.

Di DKI Jakarta, jumlah penerbit saat ini 295 penerbit. Pada tahun 2005 baru 175 penerbit. Sepertinya terjadi peningkatan, tetapi sebenarnya jumlah buku yang dicetak relatif tidak mengalami peningkatan.

”Industri perbukuan yang tumbuh, terutama buku anak- anak dan agama Islam,” kata Afrizal.

Jakarta barometer

Pada pembukaan Jakarta Book Fair ke-22 ini hadir Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Gubernur menyatakan dukungannya agar Jakarta bisa menjadi barometer pertumbuhan buku di Indonesia.

Apalagi, sebanyak 40 persen buku-buku yang diterbitkan di Indonesia terserap di Jakarta. Oleh karena itu, Jakarta harus bisa menjadi barometer perbukuan di Indonesia.

”Pemerintah DKI Jakarta mendukung supaya nanti Jakarta Book Fair bisa jadi Jakarta International Book Fair,” kata Fauzi.

Afrizal mengharapkan dukungan yang riil dari pemerintah, termasuk pemerintah daerah, untuk mengembangkan industri perbukuan dan minat baca di Tanah Air. Untuk pameran seperti Jakarta Book Fair ini saja, bisa dikatakan penerbit yang menggagas. Padahal, di negara- negara lain, pemerintah sangat berperan.

Sementara itu, menyangkut kehadiran buku elektronik dan berkembangnya jaringan internet, menurut Hikmat, penerbitan kamus dan ensiklopedia yang sangat terpukul. Masyarakat kini enggan membaca ensiklopedia karena perannya diganti wikipedia.

Begitu pun kamus, kini digantikan sejumlah fasilitas penerjemahan kata yang sangat mudah dilakukan melalui jaringan internet di komputer ataupun telepon seluler. (ELN)

Sumber : http://edukasi.kompas.com

No comments:

Post a Comment