JAKARTA - Pendidikan di pulau terpencil terkucil. Seperti itulah gambaran yang terjadi di Pulau Letti, salah satu kecamatan di Maluku Barat Daya, Maluku.
Kebijakan pendidikan di Jakarta sering tak diketahui dengan baik, bahkan oleh pejabat di dinas pendidikan setempat. Masih banyak sekolah rusak yang belum tersentuh perbaikan. Guru-guru mata pelajaran ujian nasional kurang. Masih banyak guru yang berpendidikan SPG atau D II. Dari 205 guru, yang sudah ikut sertifikasi belum sampai 20 orang.
"Pendidikan di Pulau Letti sering terlambat karena terhambat dari sisi informasi dan komunikasi," ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan dan Olahraga Kecamatan Letti Y Lelatobur di hadapan rombongan dari Maluku dan Bank Dunia saat kunjungan melihat pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Pulau Letti.
Saat ditanya lebih jauh soal kebijakan pemerintah pusat yang saat ini memprioritaskan peningkatan sarana-prasarana pendidikan di pulau terluar dan terpencil, percepatan rehabilitasi sekolah rusak, dan soal wajib belajar 12 tahun, Lelatobur lebih banyak menggeleng. Informasi seperti ini terasa jauh dari jangkauannya dan tak kunjung merambah Pulau Letti.
Lalu, Lelatobur menyampaikan permohonan supaya PNPM juga bisa mengadakan internet untuk kepentingan akses informasi pendidikan. Di pulau ini, tidak mudah untuk menggunakan telepon seluler karena berjarak sekitar 2 meter dari menara.
Pulau Letti dengan penduduk 7.626 orang semakin terpencil saat cuaca buruk. Saat cuaca normal saja, akses ke pulau ini terbatas dengan kapal-kapal perintis yang minim.
Mencapai pulau ini dari ibu kota kabupaten di Pulau Kisar memakan waktu minimal empat jam pelayaran. Maka, beralasan permintaan Lelatobur supaya PNPM Mandiri di pulau itu bisa memprioritaskan internet untuk pendidikan. Apalagi, selama ini, PNPM Mandiri-lah yang menjadi andalan untuk mengatasi beragam kebutuhan pendidikan di pulau ini.
Makaweru Dantje, Kepala SMPN Nuwewang, merasakan betul manfaat PNPM Mandiri. Masyarakat yang menyadari pentingnya pendidikan memprioritaskan perbaikan gedung SMP yang rusak di desa ini. Sebanyak 84 siswa pun akhirnya bisa sekolah pagi sehingga lebih bersemangat saat belajar. Bahkan, ada dua ruangan kelas tersisa yang dipakai untuk perpustakaan dan gudang.
"Sebenarnya kami butuh perpustakaan yang layak, terutama untuk buku-buku. Semoga PNPM bisa menyediakan perpustakaan," tutur Makaweru.
Bagi masyarakat Pulau Letti, PNPM seakan mampu menjawab kebutuhan dasar yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.
Banyak program pendidikan yang didanai dari inisiatif masyarakat, mulai dari rehabilitasi sekolah, pembangunan ruang kelas baru, pemberian beasiswa bagi siswa miskin, pemberian seragam, tas dan alat-alat tulis, hingga pembangunan gedung TK.
Korodinator PNPM Mandiri Pedesaan Maluku Sunandar Syamsudin mengatakan, masyarakat bisa mengusulkan dan memutuskan sendiri pembangunan yang mesti diprioritaskan. Program pendidikan juga termasuk yang dapat didanai lewat PNPM Mandiri Pedesaan.
"Apa yang dirasakan (menjadi) kebutuhan desa bisa diusulkan. Jika masyarakat merasa internet dan perpustakaan penting, bisa saja segera dimasukkan dalam program di Pulau Letti," ujar Sunandar.
Sumber : http://edukasi.kompas.com
No comments:
Post a Comment