Kantor Gubernur Maluku |
Ambon: Maluku membutuhkan Pusat Pelayanan Informasi Publik dalam mengelola dan memproses semua aduan masyarakat. Pusat pelayanan informasi tersebut harus memiliki landasan hukum, serta dilengkapi denganregulasi tata cara pengaduan dan system protokoler atau peraturan bersama.
Gagasan pembentukan pusat pengaduan publik tersebut menguat dalam pembahasan penyusunan mekanisme pengaduan, alat monitoring dan pengembangan pusat informasi oleh komunitas jejaring Conflict Early Warning and Early System (CEWERS) Maluku di Hotel Amans Ambon, kemarin.
Forum diskusi ini diinisiasi lembaga non pemerintah Kemitraan, bekerja sama dengan Uni Eropa. Dalam Series of Workshop bertajuk Penyusunan Pengaduan dan Alat Monitoring CEWER, komunitas CEWERS Maluku yang menghimpun unsur pemerintah, akademisi, polisi, latupatti, lembaga keagamaan, LSM, pekerja sosial dan pers membentuk tiga kelompok diskusi. Hasil dari diskusi kelompok dibahas dan dirangkum dalam bentuk sebuah rekomendasi.
Menurut forum, ada banyak lembaga yang menerima pengaduan publik, namun mekanisme dan standarisasi pengaduan, transfaransi dan dokumen pengelolaan aduan masih memiliki kelemahan. Lembaga yang dimaksud diantaranya pemerintah (termasuk pemerintah negeri/desa) dan institusi bentukan pemerintah seperti DPRD, kepolisian, Komnas HAM, Kanwil Hukum dan P2TPA.
Di banyak kasus, lembaga-lembaga memiliki otorita dalam pengambilan keputusan justru masih berkutat dengan birokrasi yang berbelit, belum adanya standarisasi pengaduan, respons yang lamban, miss koordinasi lintas stakeholders, serta ketidakjelasan penanganan. Laporan dari LSM atau masyarakat bahkan hampir tidak pernah ditindaklanjuti.
Karena itu, forum CEWERS memandang penting dibentuknya Pusat Pelayanan Informasi Publik berbadan hukum yang dilengkapi dengan mekanisme dan standarisasi pengaduan. Pusat pengaduan dimaksud juga harus dilengkapi dengan protokoler untuk memperkuat legitimasi.
“Sistem pengaduan yang tidak disertai dengan standarisasi seperti SMS Online yang dibuka Pemerintah Kota Ambon sangat krusial, orang bisa saja mengirim sms fitnah terhadap seseorang kemudian membuang kartu telepon untuk menghilangkan identitas, jadi Pusat Pelayanan Informasi Publik yang terstandarisasi mutlak diperlukan,” jelas Arsal Tuasikal, anggota CEWERS dari unsur akademisi. (Uya)
Sumber : http://www.moluken.com
Sumber : http://www.moluken.com
Kepala Sekolah SMK Negeri Wuarlabobar dari tahun ke tahun Beliau selalu memanipulasi Data untuk memakan Dana BOS. Dalam pengambilan Dana BOS kepala sekolah selalu mengelolah dana tersebut dengan sendirinya tanpa melibatkan unsur terkait misalnya bendahara Dana BOS sekolah. 90% Dana BOS masuk di sakunya sedangkan 10% dananya msuk di sekolah. biasanya setelah selesai pemakaian Dana BOS, baru Kepala Sekolah membawa laporan/Data untuk Bendahara Mendatanganinya.kami harap dengan secepatnya pemerintah daerah lebih khusunya BAWASDA MTB -BUPATI MTB agar segerah menyelidiki kasus tersebut.atau pihak yang berkepentingan dalam hal Dana BOS
ReplyDeletehaha.....hehe.... tak heran jika Dana atau bantuan yang masuk di sekolah SMK Negeri Wuarlabobar dari tahun ke tahun beliau selalu mengurusinya sendiri tanpa melibatkan guru/pegawai. guru/pegawai yang ada pada sekolah tersebut cuman mendengar milyaran jutan saja tanpa memegang sepersenpun. saya rasa pemerintah daerah masih tutup mata terhadap kasus korup Dana BOS yang menimpa sekolah-sekolah yang ada di MTB lebih khusunya SMK Negeri Wuarlabobar Kapupaten MTB, Provinsi Maluku.kalau bisa Data Siswanya dari tahun ke tahun dimbil dari guru-guru sebagai bukti dan cocokan dengan data palsu KEPSEK yang dikirim tersebut.harap diselidiki
ReplyDelete