Ilustrasi |
JAKARTA—Maraknya aksi protes dan keberatan dari para orang tua terhadap tingginya biaya pendidikan di sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), diduga lantaran dipicu RSBI dijadikan ladang bisnis oleh para kepala sekolah (kepsek).
Seharusnya, pengelola RSBI harus tetap menitikberatkan pada kualitas dan prestasi siswa dan bukan saling berlomba menaikkan biaya pendidikan.
“Tingginya biaya pendidikan di RSBI bisa jadi diakibatkan karena kepala sekolahnya hanya memandang bisnis. Padahal, kalau kepala sekolahnya kreatif, dedikatif dan inspiratif, maka tidak mungkin sampai memungut biaya kepada siswa secara berlebihan," ungkap Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Khairil Anwar Notodipuro, di Jakarta, Minggu (24/6).
Diingatkan, sekolah RSBI harus menggenjot kualitas dan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Diharapkan juga, RSBI menggaet siswa dari keluarga miskin tapi cerdas.
“Misalnya, proses seleksi penerimaan siswanya diperketat, sehingga benar-benar anak yang berprestasi yang bisa mengenyam pendidikan di RSBI tersebut. Terlebih, jika pihak sekolah bisa menjaring siswa miskin yang berprestasi,” ujarnya.
Khairil mengakui kualitas dan mutu pendidikan itu secara tidak langsung berimplikasi pada besarnya pungutan dan biaya pendidikan. Oleh karena itu, lanjut Khairil, pemerintah segera mungkin akan mengeluarkan kebijakan mengenai standar tarif pendidikan di sekolah RSBI.
“Mengenai kebijakan itu, masih kita kaji. Karena kami melihat, kalau hal ini terus dibiarkan, maka masalah tarif RSBI ini akan menjadi perdebatan semua orang dan akan terus memberikan penilaian negatif terhadap RSBI. Kita mengkhawatirkan efek yang akan terjadi setelahnya,” paparnya. (cha/jpnn)
Sumber : http://www.jpnn.com
No comments:
Post a Comment