Saturday, May 26, 2012

La Ode Muhammad Djafar Dinobatkan Jadi Sultan Buton


Baubau - Setelah cukup lama vakum, sekitar 52 tahun, sejak Sultan Buthuuni yang ke-38, La Ode Muhammad Falihi pada tahun 1960, maka  Jumat (25/5) kemarin, di Baruga Keraton Kesultanan Buton, Kota Baubau, telah dinobatkan H. La Ode Muhammad Djafar SH sebagai Sultan Buton.

Salah seorang perangkat Kesultanan Buton, Drs Sirajuddin Anda yang menjabat sebagai Bonto Ogena Sukanaeyo mengatakan, penobatan Sultan Buton dalam ritual adat yang dilaksanakan di Baruga depan masjid Agung Keraton pada hari Jumat (25/5) kemarin merupakan kelanjutan dari proses terdahulu yaitu proses penjaringan pemilihan calon Sultan.

"Mulai dari proses tahapan penjaringan calon sultan melalui kambojae, sesudah kambojae di bawa ke Bonto Ogena untuk mendapatkan kesepakatan. Dan dalam proses selanjutnya ditindaklanjuti dalam bentuk prosesi adat yang dimulai dengan yang berlaku selama ini yaitu melalui fali,” jelasnya.

Fali merupakan salah satu proses penentuan dari pada calon Sultan berdasarkan keyakinan keagamaan untuk mendapatkan berkah dari Allah SWT. “ Melalui acara yang kita lakukan di Baruga Keraton ini yaitu pada acara yang terakhir kita lakukan sukanaya pau (pengumuman sultan terpilih) berdasarkan proses penjaringan secara lahiriah dan terakhir penelitian terhadap siapa yang layak untuk mendapatkan berkah dan petunjuk dari Allah SWT yang dilakukan pada malam Jumat di masjid Agung keraton,” terangnya.

Dijelaskan, pada tanggal 25 Mei 2012 adalah hari yang telah kita sepakati untuk penobatan Sultan di Baruga. Malamnya dilanjutkan dengan acara ramah tamah dan pada pukul 24.00 dilanjutkan acara pemberian pemberitahuan kepada Sultan terkait kapasitasnya sebagai sultan dan perannya yang akan dilakukan kelak.

Dari proses penjaringan hingga terpilihnya sultan memakan waktu 120 hari, hal tersebut mempunyai makna tersendiri.

Ketua Panitia Penobatan Sultan Buton, La Ode Ahmad Monianse, menguraikan, Kerajaan Buthuuni (Buton) adalah kerajaan yang berdaulat sejak abad ke-13, dan kemudian mengubah status pemerintahannya menjadi Kesultanan Buthuuni pada 1 Ramadhan 948 hijriyah (1540 masehi), ketika itu agama Islam resmi menjadi agama kesultanan.

“Kesultanan Buthuuni telah menetapakan sistem pemerintahan yang modern, struktur pemerintahan yang lengkap dengan mencakup segala bidang, pembagian wilayah antara pusat dan daerah dengan masing-masing memiliki kedaulatan sendiri-sendiri selama 7 abad. Namun pada akhirnya, Sultan Buton ke-37, La Ode Muhammad Falihi mangkat tahun 1960, dan sejak itu Kesultanan kekosongan pucuk pemimpin,” jelasnya.

Akhirnya, kata Monianse, pada tanggal 12 Pebruari 2011 tahun lalu, tokoh adat dan budaya se-Kesultanan Buthuuni menggagas pertemuan di Baruga Keraton Buthuuni dengan menghasilkan kesepakatan bersama, yakni membentuk kembali perangkat Kesultanan Buthuuni dan nama Lembaga Adat Kesultanan Buton yang diawali dengan pembentukan Siolimbona.

Sejumlah pejabat penting negara telah mengkonfirmasikan kesediaannya untuk hadir dalam penobatan Sultan Buton, H.La Ode Muhammad Djafar SH, 25 Mei 2012 di Keraton Kesultanan Buton, Kota Baubau, SulawesiTenggara. Pejabat tersebut diantaranya, Menko Kesra, Agung Laksono, Wamen Pendidikan dan Kebudayaan, Wakil Ketua DPD-RI La Ode Ida, mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani.

Selain pejabat negara, juga dua Sultan telah menyatakan kesediaannya untuk hadir, yaitu Sultan Palembang Darussalam, Iskandar Mahmud Badaruddin, dan Sri Sultan Ternate, Mudafar Sjah. Kehadiran Sultan Palembang Darussalam, posisinya sebagai ketua persatuan kerajaan/kesultanan nusantara, sementara untuk Sultan Ternate yakni alasan emosional, dan hubungan kekerabatan, serta sejarah panjang diantara kedua kesultanan tersebut.(sam)

No comments:

Post a Comment