Tuesday, May 29, 2012

Kucurkan Duit untuk Daerah Peraih Nilai Unas Terjelek


Muhammad Nuh, Mendikbud RI
JAKARTA - Setiap tahun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengucurkan Rp 1 miliar untuk setiap kabupaten atau kota peraih nilai unas jeblok. Kucuran ini digunakan untuk membantu peningkatan pendidikan setempat. Untuk tahun ini, bantuan tetap dikucurkan namun jumlahnya belum ditetapkan.

Mendikbud Muhammad Nuh menuturkan, bantuan pemberian uang kepada daerah peraih nilai yang kurang bagus ini merupakan bentuk intervensi pemerintah pusat. Dia mengatakan, intervensi ini dalam prakteknya mampu meningkatkan pendidikan di daerah tertentu.

Nuh mencontohkan pemberian subsidi pascaunas kepada Provinsi NTT beberapa tahun lalu. Setelah bantuan diberikan sebesar Rp 1 miliar per kota atau kabupaten, hasil unas di NTT terus mengalami peningkatan.

Sekarang tingkat kelulusan di NTT terus naik walaupun masih berada di juru kunci diantara provinsi se Indonesia. Tahun ini, tingkat ketidaklulusan unas SMA/sederajat di NTT 5,50 persen.

Menteri asal Surabaya itu mengingatkan, intervensi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang nilai unasnya masih rendah bisa dalam bentuk uang. Namun, intervensi dalam bentuk uang bukan satu-satunya cara menggenjot perbaikan nilai unas. "Tergantung diagnosanya juga. Resepnya bisa bermacam-macam," tutur Nuh, Senin (28/5).

Nah, Nuh mengatakan letak strategis dari unas ini adalah untuk menjadi alat diagnosa pendidikan di sebuah kabupaten dan kota. Tidak hanya itu, unas juga mampu mendiagnosa hingga tingkat satuan pendidikan. Melalui unas, Nuh mengatakan bisa diketahui rendahnya pendidikan dikarena infrastruktur, kualitas guru, atau sebagainya.

Jika hasil diagnosa menyebutkan rendahnya pendidikan disebabkan karena kualitas guru, maka intervensi yang dilakukan tidak saja melalaui kucuran duit. Intervensi bisa dikebut dengan mengikutkan sebagian guru-guru dalam program sertifikasi guru. Atau juga pemberian bantuan untuk peningkatan studi. Misalnya dengan menyekolahkan guru tamatan SMA sehingga bergelar sarjana.

Nuh mencontohkan, salah satu sekolah di Kabupaten Sintang, Kalimantan barat memiliki persoalan dalam pemecahan soal matematika dan bahasa Inggris. Di sekolah ini, setiap butir soal matematika dapat dijawab benar hanya oleh 25 persen siswanya. Setelah ditelusuri, ternyata banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Untuk kasus ini, Nuh mengatakan intervensi tidak terlalu efektif jika dijalankan dengan pemberian duit. Tetapi, intervensi bisa dilakukan dengan pengadaan guru yang mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Pelajaran matematika harus diajarkan oleh guru lulusan pendidikan matematika.

Nuh tetap yakin, intervensi dalam bentuk apapun akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Dia mengingatkan, masyarakat tidak perlu berpolemik terkait adanya daerah yang menjadi juru kunci.

"Sampai kapanpun, akan selalu ada juru kunci. Karena provinsi yang mengikuti unas kan lebih dari satu," katanya. (wan)


Sumber : http://www.jpnn.com

No comments:

Post a Comment