Saturday, May 19, 2012

Kupinang Kau dengan Buku

(Semarakkan Hari Buku Nasional, 17 Mei)
 Oleh : Bachtiar Adnan Kusuma (Motivator Minat Baca Nasional)


Menyambut hari Buku Nasional dan ulang tahun Komunitas Deras, 17 Mei 2012, kami awali tulisan ini dengan mengutip pernyataan Christopher Morley bahwa ketika kita menjual kepada seseorang sebuah buku, sebenarnya kita tak hanya menjual 12 ons kertas dan tinta sekaligus lem, akan tetapi kita sesungguhnya menjual sebuah kehidupan baru yang lengkap.

Apa yang dikemukakan Morley sekaitan dengan pengalaman kami sebagai penulis dan penggerak membaca menunjukkan bahwa pengalaman yang diperoleh bagi anak-anak yang gemar membaca sejak dini bisa memberikan pengalaman yang begitu besar dalam dirinya. Selain memberikan kelengkapan menjadi manusia yang utuh, membaca juga sekaligus menjadi suplemen bagi anak-anak.
Benarlah jika Bung Hatta dan Tan Malaka memiliki tradisi membaca dan tata cara menghargai pentingnya sebuah buku. Hatta dan Tan Malaka adalah dua manusia pecinta buku, kendatipun keduanya punya cara yang berbeda dalam keterkaitannya dengan buku. Misalnya saja, Tan Malaka sebagai buronan politik nyaris tak bisa membawa buku-bukunya dalam pelariannya sehingga terpaksa membuang buku-bukunya. Sementara Hatta meskipun dibuang ke Banda Naira, namun ia tetap bisa membawa berpeti-peti buku.

Dalam buku Bung Hatta bertajuk, Pribadinya dalam Kenangan, saat menguji pemahaman ponakannya Hasyim Ning tentang buku, maka Bung Hatta menemukan salah satu bukunya dilipat tatkala Hasyim meminjam buku beliau. Akibatnya, Hatta marah besar dan menyuruh Hasyim Ning saat itu mencari pengganti bukunya dengan berkeliling di seluruh toko buku yang ada di Jakarta. Hasyim pulang, Hatta pun tersenyum dan begitulah gaya Hatta mengajari orang menjaga dan menghargai buku Pertanyaannya, apa yang menarik dari kebiasaan anak-anak membaca buku? Anak-anak yang gemar membaca buku sejak dini bebas memilih tokoh-tokoh dan sahabat imajiner dari buku yang dibacanya. Bisa saja buku-buku yang dibaca memberikan inspirasi bagi anak-anak untuk membangun dunia ideal dalam diri dan kehidupan sehari-harinya. Misalnya saja, belajar tentang bagaimana berhubungan dengan sesama juga membaca buku bisa mengenalkan bagaimana nilai-nilai berkembang dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Penulis ingin mengajak pembaca menengok kebelakang bagaimana pendiri bangsa ini mencintai sebuah buku, sebutlahlah Bung Hatta melamar Rachma Rahim, emas kawinnya adalah sebuah buku karyanya sendiri berjudul, Alam Pikiran Yunani. Kata-kata dan ungkapan Kupinang Kau dengan Buku adalah menunjukkan betapa Bung Hatta menghargai buku dan menjadikannya permata dalam hidupnya.
Nah, untuk meningkatkan kecintaan dan penghargaan kita terhadap buku mestinya dimulai dari sebuah keluarga dengan aktif membaca buku. Pertanyaannya, kapan dan bagaimana memulainya? Jujur harus diakui bahwa ketertinggalan kita dari negara-negara lain yang jauh lebih maju karena kita belum terbiasa membaca buku.

Karenanya, mestinya kita bercermin pada tokoh-tokoh seperti Bung Hatta, Bung Karno, Dr Sutomo, Sutan Syahrir, Buya Hamka-- - - bagaimana mereka mencintai dan memposisikan buku dalam kerangka membangun moral bangsa (character building). Tokoh-tokoh inilah yang menarik diteladani bagaimana mereka mencintai dan menekuni budaya membaca dan menulis. Lalu, bagaimana caranya? Untuk menumbuhkan kecintaan dan penghargaan anak-anak yang tinggi pada sebuah buku, mestinya wajib setiap orang tua menyediakan banyak buku bacaan di rumah, memperkenalkan buku-buku baru, memberikan teladan lewat kegiatan membaca rutin setiap hari . Dengan demikian, sikap fositif anak-anak terhadap buku bakal tumbuh dengan mengajak semua keluarga bersatu padu melalui keluarga masing-masing menjaga, merawat dan membina kecintaan membaca pada buku.

Sastrawan terkemuka, Taufiq Ismail pernah mengusulkan agar siswa siswi diberikan tugas untuk membaca buku-buku bernilai sastra. Tujuannya adalah selain menjadikan mereka menjadi sastrawan juga mengembangkan kebiasaan membaca dalam diri siswa-siswi. Dengan demikian pengalaman membaca bisa saja dipadatkan dalam karya estetis berupa puisi, cerpen, novel dan drama yang dapat memperkaya suasana kebatinan anak-anak. Karena itu, kebiasaan membaca bisa memberikan berbagai perspektif pada diri anak-anak. Misalnya, dalam berbagai buku yang berpandangan tentang kehidupan menunjukkan bagaimana sebuah proses pandangan bisa mengkristal, dari sinilah anak-anak dibiasakan memahami situasi dan masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Tegasnya, dari buku yang dibaca anak-anak bisa diperoleh gizi yang diperlukan mereka untuk tumbuhnya kepribadian yang sehat. Hanya anak-anak yang memiliki kebiasaan membaca sejak dini bisa lebih menguasai diri dan lingkungan sekelilingnya. Selain punya kemampuan adaptasi yang tinggi, mereka juga biasanya punya keterampilan berkomunikasi yang ideal jika saja dibandingkan mereka yang tak doyan membaca buku. Karenanya Collier mengungkapkan dalam kalimatnya seperti yang diharapkan agar tumbuh anak-anak dengan selalu makan, diharapkan pula tumbuh semakin bijaksana dengan kebiasaan membaca anak-anak.

Sebagai motivator membaca, penulis melihat anak-anak yang terbiasa membaca buku akan memperoleh ribuan pola kehidupan yang berbeda. Misalnya saja, ada yang kompleks dan sarat pertimbangan, jika saja sebuah televisi menggambarkan persoalan kehidupan disajikan simplisistis dan terkesan seronok. Makanya, dalam sebuah buku dikaji dalam berbagai sudut pandang. Hal inilah membuat anak-anak yang gemar membaca buku memicu mereka lebih lebih memiliki kasih sayang. Bukankah buku bisa memberikan kasih sayang bagi pembacanya? Benar karena selain buku menunjukkan esensi kasih sayang, buku juga memahami pandangan orang lain. Buku adalah perekat kasih sayang bagi anak-anak, orang tua, masyarakat dan sesama umat manusia. Karena itulah, buku adalah produk intelektual sekaligus produk industri yang bisa menjadi perekat dan jalan keluar bagi setiap persoalan yang muncul di tengah-tengah keluarga. Bukankah kita butuh figur keluarga sayang buku?

Tak bisa dipungkiri bahwa dunia membaca telah melekat dalam dunia pendidikan kita. Kita patut bersyukur karena melalui Gerakan Sayang Buku dan Ibu Suka Membaca Sulsel, beberapa waktu yang lalu, dicanangkan di Hotel Alden Makassar sesungguhnya kembali menggugat peran keluarga sebagai peletak dasar tumbuhnya budaya membaca di tengah keluarga.Dalam teori Mildred A. Dawson menyebutkan betapa dahsyatnya empat keterampilan dalam menuntun masyarakat agar memahami pentingnya membaca yaitu, keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca ( reading skills) dan keterampilan menulis (writing skills).

Keempat keterampilan yang dikemukakan Mildred itu, memiliki hubungan yang erat dan saling terkait. Misalnya saja, anak-anak awalnya belajar menyimak bahasa apa yang disampaikan oleh kedua orang tuanya ataupun orang-orang sekitarnya. Dengan kemampuan menyimak yang dimiliki oleh seorang anak, mereka belajar melafalkan apa yang mereka dengar dan disimak dengan mengucapkan kata-kata. Selanjutnya anak-anak akan belajar membaca dan menulis sebagai rangkaian penting dalam menguasai keempat keterampilan itu. Benarlah apa yang dikemukakan Prof Fuad Hassan, bahwa membaca sesungguhnya memiliki tiga tingkatan yaitu, mengenal huruf-huruf, melafalkan huruf dan memahaminya.

Apakah kebiasaan membaca bisa menyerap berbagai informasi dan wawasan pengetahuan lebih bertambah? Pertanyaan ini mempertegas betapa pentingnya menggugat kesadaran membaca bagi semua kalangan masyarakat, termasuk kaum ibu yang belum menjadikan membaca sebagai sebuah kebutuhan.Lalu, bagaimana meningkatkan kesadaran membaca di kalangan ibu-ibu? Ada tiga hal yang dapat menumbuhkan kebiasaan membaca kaum ibu. Pertama, bagaimana menumbuhkan dan membangkitkan motivasi setiap saat di kalangan ibu-ibu agar mau menjadikan membaca sebagai bagian dari hidupnya.Mengapa perlu motivasi? Karena hanya dengan motivasi setiap saat ditumbuhkan di tengah kaum ibu agar mau membaca menjadi pendorong mereka untuk melakukan kegiatan membaca. Apalagi dengan membaca tanpa motivasi yang tumbuh dan terus menerus diasah, sulit kiranya membentuk ibu-ibu yang suka membaca di rumah.

Oleh Mountain mengemukakan bahwa sesungguhnya motivasi adalah sesuatu yang mendorong belajar melakukan yang terbaik. Karena itu, sesungguhnya membaca bagi ibu-ibu tak sekadar menyuarakan bunyi-bunyi bahasa atau mencari arti kata-kata sulit dalam sebuah teks bacaan. Akan tetapi membaca melibatkan pemahaman apa yang dibaca oleh ibu-ibu, apa maksudnya dan apa pengaruhnya? Sebagai contoh, seorang ibu yang hanya bisa melafalkan kata-kata tanpa bisa memahami apa maksud dari kata-katanya, maka kegiatan yang dilakukannya pasti kurang bermakna.

Kedua, menumbuhkan terus menerus minat baca ibu-ibu. Minat adalah keinginan yang kuat disertai usaha seseorang untuk membaca. Karena hanya ibu-ibu yang memiliki minat membaca yang kuat akan mewujudkannya dengan membaca sumber-sumber bacaan yang ada. Frymeir menyebutkan tujuh faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca seseorang, di antaranya pengalaman ibu-ibu sebelumnya.
Seorang ibu punya minat baca yang tinggi karena aspek pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Seorang ibu punya minat baca yang tinggi karena aspek pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya tentang pentingnya membaca dalam sebuah keluarga. Hanya ibu yang menyadari betul bahwa hanya dengan membaca buku, maka kualitas seseorang bisa meningkat dengan baik.

Bagaimana membiasakan ibu-ibu suka membaca? Caranya membuat kegiatan membaca sebagai bagian penting dalam sebuah keluarga. Sebuah keluarga punya agenda setiap hari Sabtu berkunjung ke mall untuk jajan bersama keluarga atau sekadar berbelanja, mestinya ibu-ibu juga membuat agenda berbelanja buku di toko buku yang ada di mall.

Buku yang dibeli oleh ibu-ibu yang biasa, ringan, tidak tebal dan bisa memotivasi ibu-ibu setelah membacanya. Kebiasaan ibu membeli buku satu judul sepekan, kemudian membacanya hingga tuntas adalah salah satu kegiatan yang sangat baik. Artinya dengan membeli satu judul buku dengan harga Rp30.000 pereksemplar setebal 120 halaman, membuat ibu-ibu bisa membacanya dalam waktu singkat sekitar 1 sampai 2 hari selesai.

Selain itu, arisan kegiatan ibu-ibu sekali dalam sebulan bisa dimanfaatkan dengan melakukan kegiatan tukar menukar buku tentang cara membuat kue dengan buku lain yang sumbernya dari ibu-ibu anggota kelompok lainnya. Saya yakin dan percaya hanya dengan kebiasaan membaca yang dimiliki oleh ibu-ibu di rumah, bisa meningkatkan sumber daya manusia anak-anak kita di rumah. Bukankah kita butuh figur ibu yang suka membaca buku?

Ketiga, kedewasaan sosio-emosi dan penyesuaian diri yang meliputi stabilitas emosi, kepercayaan diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kelompok. Biasanya ibu-ibu yang aktif dan pandai memberikan jalan keluar terhadap setiap persoalan yang dihadapi kelompok atau keluarga adalah ibu-ibu yang suka membaca. (**)

Dimuat dalam Forum Opini Radar Ambon Edisi 18 Mei 2012

No comments:

Post a Comment