Sunday, May 20, 2012

FKIP Masih Menjadi Idola

JAKARTA - Profesi guru masih menjadi idaman sebagian besar calon mahasiswa baru. Kondisi ini setidaknya tergambar dari pola pendaftar seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) jalur ujian tulis. Hingga saat ini, program studi (prodi) di rumpun fakultas ilmu pendidikan dan kependidikan (FKIP) ramai diserbut pendaftar.

 Kecenderungan prodi di FKIP yang ramai diserbu pendaftar SNMPTN ini dipaparkan Sekretaris Panitia Pusat SNMPTN Rochmat Wahab kemarin (19/5). Tidak tanggung-tanggung, dia memperkirakan pendaftar SNMPTN jalur ujian tulis yang meminati prodi FKIP lebih dari separuh.

Pria yang juga menjadi rektor UNY itu menuturkan, kecenderungan banyaknya pendaftar SNMPTN jalur tulis di FKIP ini mengulang fenomena SNMPTN tahun lalu. "Saya rasa sampai pendaftaran SNMPTN (jalur ujian tulis, red) ditutup, pendaftar di FKIP masih mendominasi," katanya.

Rochmat menjelaskan, tidak seluruh prodi di FKIP ramai pendaftarnya. Dia mencatat, untuk sementara prodi yang paling diminati adalah pendidikan bahasa Inggris, pendidikan matematika, dan pendidikan guru sekolah dasar (PGSD).

 Di belakang FKIP, pendaftar SNMPTN jalur ujian tulis juga terkosentrasi pada prodi manajemen dan prodi akuntansi yang masuk dalam rumpun fakultas ekonomi (FE). "Sementara yang masih cukup sepi adalah fakultas MIPA," tutur dia. Prodi yang sudah menunjukkan denyut peminat positif adalah prodi fisika dan prodi kimia.

Banyaknya peminat FKIP ini menurut Rochmat tidak lepas dari profesi guru yang saat ini sudah menjanjikan penghasilan besar. Rata-rata guru yang baru diangkat menjadi CPNS mendapatkan gaji tidak kurang dari Rp 3 juta per bulan. Setelah mendapatkan sertifikat pendidik, penghasilan mereka naik minimal dua kali lipat.

Disaat peminat FKIP yang terus tumbuh setiap tahunnya, Rochmat mengatakan PTN-PTN perlu memperketat pembelajaran atau perkuliahan di FKIP. Dia mengatakan, banyaknya peminat di FKIP ini tidak lantas menjalankan perkuliahan sekedarnya.

Diantara menjaga kualitas perkuliahan FKIP tetap bagus adalah dengan membatasi jumlah kelas dan mahasiswa. Rochmat mencontohkan, satu prodi FKIP di UNY hanya terdiri dari dua kelas. Dimana setiap kelas hanya terdiri 40 mahasiswa. "Kondisi ini saya rasa ideal untuk pembelajaran," tuturnya.

 Fenomena lain terkait banyaknya mahasiswa FKIP ini adalah pertumbuhan kampus swasta di bidang pendidikan. Kampus-kampus ini berburu pendaftar SNMPTN yang gagal mengikuti ujian tulis. "Kami di PTN tidak bisa menjamin kualitas pendidikan mereka (di PTS)," ucapnya.

Rochmat lantas meluruskan anggapan jika kuliah di FKIP lebih banyak materi ketimbang praktek. Dia mengatakan hampir di semua perkuliahan, mahasiswa lebih banyak menerima materi ketimbang praktek. "Tapi khusus pendidikan, praktek akan kita genjot pada pendidikan profesi guru (PPG)," katanya.

Dia menerangkan, setelah diwisuda para sarjana FKIP bisa mengikuti PPG. Dalam tahap ini, calon guru akan digembleng lebih dalam tentang praktek-praktek mengajar. Upaya ini diharapkan mempertajam kemampuan mengajar para calon guru tadi.

"Guru itu profesi. Guru dinyatakan professional jika lulus PPG," tegas Rochmat. Tapi dia tidak menampik di masyarakat akan terjadi proses seleksi sosial. Dimana guru-guru yang lulus PPG sekalipun, bisa dinilai masyarakat tidak kompeten.

Sistem seperti ini menurut Rochmat hampir sama dengan fakultas kedokteran. Dia menuturkan, saat belajar di tingkat sarjana calon dokter masih banyak mendapatkan materi ketimbang praktek. Tapi setelah lulus sarjana, calon dokter ini digenjot dalam pendidikan profesi. Dalam pendidikan ini, lebih menekankan praktek daripada materi.

SPP PTAIN Tidak Boleh Naik

Sementera itu, kebijakan lain muncul dari pendidikan tinggi yang dikelola Kementerian Agama (Kemenag). Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Nur Syam menuturkan, SPP di seluruh PTAIN tidak boleh dinaikkan. Dia mengatakan, SPP yang dipungut di PTAIN berkisar mulai dari Rp 600 ribu sampai Rp 1,2 juta per semester.

"Aturan ini tertuang dalam surat edaran presiden. Waktu itu presidennya bu Mega," kata mantan rektor IAIN Sunan Ampel, Surabaya itu. Meskipun sudah ada rambu-rambu tegas ini, Nur Syam tidak memungkiri masih ada kampus yang membandel. Mereka ini menarik SPP yang lebih tinggi dari ketetapan tadi. Dia berjanji akan menertibkan kampus-kampus yang masih membebankan biaya SPP tinggi itu.

Nur Syam mengatakan, saat ini jumlah PTAIN seluruh Indonesia mencapai 52 unit. Tahun ini ada penambahan satu lagi yaitu STAIN Gajah Putih Takengon, di Kabupaten Aceh Tengah. Dari seluruh kampus tadi, kuota mahasiswa baru tahun ini sekitar 12 ribuan. Hampir sama dengan di PTN yang berada di bawahan Kemendikbud, pelamar mahasiswa baru di PTAIN masih banyak di fakultas pendidikan atau tarbiyah. (wan)

No comments:

Post a Comment