UKG (Uji Kompetensi Guru) begitulah namanya, santer terdengar dan menyita perhatian guru pada sebulan terkahir ini. Perdebatan tentang perlu tidaknya UKG dilakukan sering terjadi. Adu argumen yang melibatkan pemerintah (kemdikbud) selaku penggagas UKG dan FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) dan organisasi guru lainnya selaku perpanjangan tangan dari para guru yang menolak UKG tak berujung pangkal.
Tak tanggung-tanggung demi menolak pelaksanaan UKG tersebut. Sekjen FSGI Retno Listiyarti dan Presidium FSGI Guntur Ismail mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk meminta pendampingan terkait rencana itu.
Rencananya FSGI akan melakukan gugatan secara perdata atau class action. Karena menurut Retno pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (UKG) tak ada dasar hukum yang jelas. Sehingga tidak dapat diuji materikan pelaksanaan UKG ini. Tentunya, uji materi harus disertai dasar hukum yang sah.
Alasan FSGI dan beberapa organisasi guru yang lain untuk menolak Uji Kompetensi Guru (UKG) karena dinilai tidak menguji seluruh kompetensi guru di antaranya wawasan, pedagogik, sosial, dan kepribadian. UKG juga dinilai lemah hukum, cenderung memaksakan, dan menjadikan guru sebagai "kelinci percobaan". (baca FSGI Siapkan Materi Gugatan Uji Kompetensi Guru).
Beredarnya "gosip" di kalangan guru tentang penggunaan hasil Uji Kompetensi Guru sebagai salah satu persyaratan untuk kenaikan pangkat (baca PGRI: Jangan Persulit Kenaikan Pangkat Guru) dan adanya usulan "pensiun dini" dari dinas pendidikan di sebagian daerah (baca Guru di Ambon Terancam Dipensiunkan Dini). Serta kabar selentingan yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab tentang pemutusan Tunjangan Profesi Guru (TPG) bagi para guru yang tidak lulus UKG semakin menambah beban psikologis. (Bagi penulis, ancaman seperti ini adalah hal yang sudah basi dan terlalu mengada-ada).
Walaupun sempat diklarifikasi secara berulang-ulang oleh Mendikbud, tentang tak ada hubungannya antara Tunjangan Profesi Guru (TPG) dengan Uji Kompetensi Guru (UKG). Namun ketakutan dan kecemasan terhadap akibat yang akan diterima oleh para guru selalu terbayang. Kecemasan dan ketakutan guru inilah yang coba dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan pribadi.
Sebut saja, kesalahan paling pokok yang coba dimanfaatkan oleh okunum-oknum tersebut adalah ketika kemdikbud mengumumkan akan menyediakan contoh soal UKG. Contoh soal UKG yang kabarnya dirilis dalam laman "http ://ukg.kemdikbud.go.id". Ternyata oleh sebagian guru tak bisa diakses (penulis pun mengalami hal serupa). Akibatnya, banyak guru yang "dikibuli" dengan copy-an contoh soal yang tak tahu dari mana asalnya. Hal ini tentunya merugikan guru secara materi dengan hasil yang "jauh panggang dari api".
Ditengah perdebatan yang meruncing dan "carut marut"nya persiapan. Pemerintah dengan tidak "mengindahkan" tuntutan para guru memaksa melaksanakan UKG (Uji Kompetensi Guru) yang dilaksaanakan secara "online". Akibatnya "amburadul" terjadi kegagalan hampir di seluruh daerah.
Apa penyebabnya? Seperti yang penulis bayangkan sebelum pelaksanaan UKG secara "online" ini dilaksanakan, kegagalan koneksi internet pasti akan terjadi. Mengapa? Jawabannya sangat singkat. Penyedia Layanan (Server) hanya satu sedangkan Pengguna Layanan (User) jutaan, mana mungkin dapat mengakses jaringan pada saat yang bersamaan. Logikanya sederhana, bayangkan saja kalau jalan yang dilalui cuma satu, sedangkan ada ribuan kenderaan yang melewati jalanan itu. Macet nggak tuh.....????
Rupanya nih.... pemerintah (kemdikbud) hanya mementingkan dan berusaha mengamankan proyek dari pada memikirkan akibat yang terjadi. Lebih suka membuat "kegalauan" guru dari pada membuat senang hati guru. (Kalau ada yang susah, kenapa harus dibuat gampang). Inilah potret pemerintah kita yang senangnya membuat susah rakyatnya sendiri.
Betapa tidak, untuk mengamankan proyek ini kemdikbud dengan berani menimpakan seluruh kegagalan dalam pelaksanaan UKG kepada para guru dan operator. Seakan pemerintah (kemdikbud) tak ada salahnya. Lagi-lagi, "kambing hitam" yang dicari pemerintah (kemdikbud) untuk membenarkan semua kesalahan yang diperbuat???
Betapa tidak, untuk mengamankan proyek ini kemdikbud dengan berani menimpakan seluruh kegagalan dalam pelaksanaan UKG kepada para guru dan operator. Seakan pemerintah (kemdikbud) tak ada salahnya. Lagi-lagi, "kambing hitam" yang dicari pemerintah (kemdikbud) untuk membenarkan semua kesalahan yang diperbuat???
Kali ini "kambing hitamnya" ditimpakan pada para guru dan pihak operator di daerah. Kemdikbud berkilah, sistem menjadi tidak berjalan karena banyak guru yang mengubah data tanpa konfirmasi. Akibatnya, sistem tidak mengenali dan tidak berjalan. (Ada-ada saja nih alasan, sudah diuji coba belum systemnya).
Menanggapi hal ini, Ketua Umum PGRI Sulistyo balik menuding mendikbud hanya mau "cuci tangan" dengan melemparkan semua kesalahan pada pihak guru dan operator. Menurutnya, "sangat tidak masuk akal lantaran pengisian biodata saja guru bisa salah. Apalagi saat pengisian biodata guru didampingi oleh petugas yang memandu setiap guru untuk mengisinya dengan benar. Kenyataannya guru gagal "login" nggak bisa ujian."
Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang bersalah dalam "kegagalan UKG" ini yang jelas telah ada pihak yang dikorbankan. Lagi-lagi elemen dasar dari pendidikan di negeri ini yang dikorbankan untuk meraih "ambisi" yang setengah hati. Guru dan Siswa telah nyata-nyata dikorbankan untuk sebuah proyek "uji coba" pemerintah dalam hal ini kemdikbud.
Betapa tidak dalam tiga hari pelaksanaannya saja telah menyita perhatian, energi, waktu dan tak luput biaya dari para guru. Disamping "stress" yang diakibatkan oleh terganggunya system, belum lagi permasalahan tidak sesuainya soal, kekurangan pada soal, tidak tersedianya kunci jawaban, terputusnya suplai energi listrik saat pelaksanaan UKG dan permasalahan klasik lainnya.
Khusus untuk putusnya suplai energi listrik, dengan sangat terpaksa harus mengulang dari awal. Andaikan bisa dilanjutkan dari soal yang terputus, mesti juga peserta UKG harus mengisikan biodata sebagai prasyarat untuk "login". Bukankah biodata itu yang digunakan sebagai "password" untuk masuk ke system. Pekerjaan yang sangat membosankan tentunya dengan melakukan login yang berulang-ulang. Apalagi jika dilakukan oleh pemula, sungguh sangat memberatkan. Dilakukan oleh yang ahli saja ketika jaringannya "ngadat" memerlukan waktu yang cukup lama untuk bisa "login." (Pernahkah kemdikbud memikirkan hal ini.......).
Khusus untuk putusnya suplai energi listrik, dengan sangat terpaksa harus mengulang dari awal. Andaikan bisa dilanjutkan dari soal yang terputus, mesti juga peserta UKG harus mengisikan biodata sebagai prasyarat untuk "login". Bukankah biodata itu yang digunakan sebagai "password" untuk masuk ke system. Pekerjaan yang sangat membosankan tentunya dengan melakukan login yang berulang-ulang. Apalagi jika dilakukan oleh pemula, sungguh sangat memberatkan. Dilakukan oleh yang ahli saja ketika jaringannya "ngadat" memerlukan waktu yang cukup lama untuk bisa "login." (Pernahkah kemdikbud memikirkan hal ini.......).
Padahal, menurut penjelasan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidik (BPSDMP-PMP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Syawal Gultom. "Sistem online merupakan cara yang paling efisien dalam melaksanakan UKG. Sebab, jika dilaksanakan secara manual, akan memerlukan biaya dan energi yang lebih untuk menyelenggarakannya meskipun faktanya tetap ada keringanan bagi guru yang daerahnya belum memiliki fasilitas internet untuk melaksanakan UKG secara manual."
Faktanya para guru cenderung menyukai "sistem manual". Mengapa??? Karena faktor kegagalannya terlampau sedikit dan bahkan tidak ada. Para guru lebih senang diperhadapkan dengan soal yang tercetak di atas kertas dibandingkan dengan suguhan melalui layar monitor. Maklum saja, sebagian besar guru-guru kita masih "gaptek", masih awam dengan teknologi komputer. Apalagi internet yang memerlukan koneksi ke sebuah situs, "tak segampang membalik telapak tangan." Membutuhkan pelatihan dan uji coba secara berulang-ulang. (Maaf-maaf saja, inilah ekspresi dan suara hati dari guru-guru di kampung).
Sedangkan kerugian yang dialami siswa tentunya adalah siswa tidak lagi belajar, karena sekolahnya otomatis diliburkan. Disebabkan sebagian besar gurunya mengikuti Uji Kompetensi Guru (UKG) yang rata-rata soalnya sebanyak 100 butir. Untuk waktu normal saja 100 soal setidaknya dibutuhkan waktu sekitar 2 jam (120 menit). Bila hal ini dikalkulasikan dengan jam pelajaran yang lamanya 40 menit, siswa telah dirugikan sebanyak 3 jam pelajaran. Belum lagi, apabila sistemnya terganggu bisa dibutuhkan 3 - 4 jam, maka seharian siswa tidak akan belajar. Andaikan ini terjadi di seluruh Indonesia, berapa banyak siswa yang tidak belajar dalam sehari??? (Tolong dipikirkan...........). Bukankah tujuan utama pendidikan ialah mencerdaskan kehidupan bangsa??? Dengan jutaan siswa tidak belajar selama 3 hari, apakah tujuannya bisa dicapai??? (Renungkan.......)
Ada beberapa point penting yang ingin penulis sampaikan di akhir tulisan ini. Pertama : Tujuan dari pemerintah (kemdikbud) untuk melakukan Uji Kompetensi Guru (UKG) menurut hemat penulis adalah sesuatu yang sangat mulia karena hendak memetakan tingkat kompetensi guru di seluruh Indonesia. Cuma saja hal ini dilakukan terlampau tergesa-gesa sehingga berujung pada "kegagalan". Kedua : Ada baiknya kemdikbud menunda pelaksanaan UKG untuk sementara waktu, sambil membenahi sistem yang ada. Ketiga : Dalam jeda waktu yang ada, kemdikbud bekerja sama dengan dinas-dinas di daerah melakukan pendataan terhadap setiap guru tentang kemampuan mereka menggunakan komputer dan melakukan akses ke jaringan internet. Bila ada waktu dilakukan uji coba pemanfaatan situs UKG. Keempat : Hal ini yang terpenting menurut penulis. Kalau kemdikbud masih saja "ngotot" dengan sistem "online". Maka mendikbud harus menggandeng Telkom dan Indosat serta perusahaan telekomunikasi lainnya untuk menyediakan layanan internet berkecepatan tinggi, seperti Speedy dan jaringan yang berbasis HSDPA atau HSDPA+.
Kalau 3 hal diatas dapat dilakukan pemerintah (kemdikbud). Penulis yakin sembilan puluh persen dari proyek ini akan berhasil. Bila tidak dilakukan kemdikbud maka jangan pernah berharap proyek ini akan berhasil. Dan bila proyek ini gagal ada baiknya proyek ini dinamai "Uji Kegagalan Guru" (masih UKG juga khan).
Kalau 3 hal diatas dapat dilakukan pemerintah (kemdikbud). Penulis yakin sembilan puluh persen dari proyek ini akan berhasil. Bila tidak dilakukan kemdikbud maka jangan pernah berharap proyek ini akan berhasil. Dan bila proyek ini gagal ada baiknya proyek ini dinamai "Uji Kegagalan Guru" (masih UKG juga khan).
Demikian tulisan singkat ini. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi solusi ditengah carut-marutnya permasalahan pendidikan di tanah air.
No comments:
Post a Comment