Sunday, July 29, 2012

Terjadi Ledakan Fiktoplankton Beracun


LIPI: Kondisi Teluk Ambon Kritis

Ambon - Teluk Ambon saat ini dalam kondisi sangat kritis. Hal ini dapat dilihat dengan keberadaan dari tiga komponen eko-sistem laut, seperti hutan mangrove, terumbuh karang dan padang lamun yang semakin punah, akibat dipengaruhi degradasi ekosistem pesisir, pembukaan lahan dan erosi serta pertambahan penduduk.

Hal ini diungkapkan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon, Augy Syahailatua dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPRD Kota Ambon, Jumat (27/7).

Raker yang berlangsung di ruang rapat LIPI Ambon itu, dipimpin langsung Ketua DPRD Kota Ambon, Reinhard Toumahuw.

Hadir dalam raker tersebut, Dinas Perikanan, Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan, Dinas Pertamanan dan Kebersihan, Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan dan Bappeda Ambon, para peneliti LIPI serta staf pengajar Fakultas Perikanan Unpatti Alex Soselissa.

Raker kedua dengan Komisi III tersebut, masih berkaitan dengan warning yang dikeluarkan LIPI Ambon beberapa waktu lalu, tentang adanya fenomena alga beracun (red tide) di perairan Teluk Dalam Ambon.

Syahailatua juga mengatakan, berkaitan dengan program Ambon Water Front City, Daerah Minapolitan dan Lumbung Ikan Nasional perlu ada kajian lanjut agar tidak mempengaruhi ekosistem di Teluk Ambon.

Sementara itu, staf peneliti LIPI Ambon, Sem Likumahua menjelaskan, munculnya fiktoplankton beracun di Teluk Dalam Ambon, populasinya semakin banyak atau terjadi ledakan populasi. Kondisi tersebut akan terjadi seketika atau bertahan dalam waktu yang tidak menentu.

Beberapa jenis fiktoplankton dapat memproduksikan toksin atau racun, menurunkan kadar oksigen terlarut di perairan, dan sebagian lagi sangat berbahaya yang secara umum disebut sebagai Harmful Algal Bloom atau Ledakan Alga Berbahaya.

Efek dari ledakan fitoplankton berbahaya ini dapat secara langsung berhubungan dengan kehi-dupan di perairan pantai dan laut seperti ikan, kerang, burung, mama-lia laut serta manusia yang memakan biota laut yang telah terinfeksi racun fitoplankton tersebut.    

Zat racun ini, kata Likumahuw, biasanya menyerang sistem syaraf, dengan gejala-gejala kekebalan pada wajah, bibir, jari-jari tangan, pening, nyeri otot, berpeluh yang dapat berakhir dengan kehilangan tenaga, serangan jantung dan kegagalan sistem pernafasan.

Dikatakan, temuan ini dapat dijadikan sebagai peringatan dini bagi penduduk yang tinggal di sekitar Teluk Dalam Ambon agar untuk sementara waktu tidak mema-nen dan mengkonsumsi kerang maupun ikan yang ada di Teluk Ambon.          

Peniliti LIPI lainnya, Yosmina Tapilatu memaparkan tentang temuan bakteri e-colli pada kawasan Teluk Ambon, terutama pada muara-muara sungai dan pasar apung Mardika.

Berdasarkan hasil penelitiannya ditemukan tingkat populitas bakteri e-colli pada kawasan tertentu mengalami lonjakan yang cukup drastis. Di mana dari hasil analisa Agustus 2011 mengindikasikan kepadatan bakteri e-colli dan kolifron tertinggi pada pasar ikan Mardika mencapai 3300 sel/100 ml dan 27100 sel/100 ml.

Menurut Tapilatu, kualitas beberapa perairan teluk Ambon tidak memenuhi syarat sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2004 (KepMen LH 51/2004) tentang baku mutu air Laut untuk biota laut, wisata bahari dan pelabuhan.

Dikatakan, bertambahnya bakteri e-colli dikrenakan oleh materi organik yang berasal dari sampah rumah tangga, air buangan dari wilayah pemukiman penduduk, sampah domestik dan yang paling parah adalah Teluk Ambon sering dijadikan tempat pembuangan tinja dan sampah oleh manusia.

Dengan penelitian ini diharapkan agar pemerintah daerah baik provinsi maupun Kota Ambon dapat melakukan pemantauan dan pengawasan dan melakukan program pengendalian pencemaran air laut.

Staf pengajar Fakultas Perikanan Unpatti, Alex Soselissa menambahkan, sudah saatnya Pemkot Ambon membuat regulasi-regulasi pendukung tentang penataan ruang kota termasuk didalamnya Teluk Ambon. Sebab jika tidak disikapi secara serius maka populasi Kota Ambon kedepan semakin memburuk.

Dirinya mencontohkan seperti perubahan iklim yang tidak menentu, hal itu juga dikarenakan ada ketidakseimbangan alam. Belum lagi ditambah dengan masalah debit air tanah yang semakin hari mengalami penurunan, suatu kelak akan berpengaruh bagi kelangsungan kehidupan manusia. 

Ketua DPRD Kota Ambon, Reinhard Toumahuw meminta SKPD untuk melihat persoalan ini secara serius. Selain itu, masalah koordinasi antar lembaga juga harus ditingkatkan karena pada umunya sebagian besar SKPD menjalankan tupoksinya sendiri-sendiri tanpa memikirkan persoalan lingkungan hidup yang harus dibenahi.

“Apa yang disampaikan oleh LIPI Ambon maupun dari staf pengajar Fakultas Perikanan Unpatti menunjukkan bahwa kondisi Teluk Ambon memang sudah kronis, jadi kita perlu menyikapinya secara serius,” tandasnya.

Toumahuw berjanji akan memperjuangkan program-program dinas menyangkut penanggulangan masalah di Teluk Ambon dalam APBD Tahun 2013.

Harus MoU 

Anggota Komisi III DPRD Kota Ambon, Rustam Latupono mendesak Pemkot Ambon untuk menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan LIPI Ambon terkait penanganan perairan Teluk Ambon dan sekitarnya.

“Kita harus berterima kasih kepada LIPI Ambon dengan kontribusinya selama ini. Sebuah riset ini sangat mahal, tetapi tanpa dibebankan biaya, LIPI Ambon mau memberikannya bagi pemerintah dan masyarakat, kita mengapresiasi ini,” ujar Latupono.

Ketua Fraksi Gerindra Amanat Kedaulatan (F-GAK) ini juga mengatakan, menyikapi kondisi Teluk Ambon yang saat ini dalam kondisi kritis, maka DPRD Kota Ambon sementara membuat Peraturan Daerah (Perda) inisiatif tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Perda inisitif ini sementara kami godok di Komisi III. Kami juga membutuhkan muatan-muatan akademis dari berbagai pihak untuk menambah bobot perda tersebut,” ujarnya.

Selain itu, Latupono mengatakan, DPRD Kota Ambon juga sementara membahas Perda Pengelola Pesisir dan Teluk.

Dalam salah satu klausal pasal Perda Pengelolaan Pesisir dan Teluk mengharuskan pembentukan Badan Pengelolaan Pesisir dan Teluk yang melibatkan dari beberapa SKPD maupun lembaga terkait khususnya menyangkut dengan persoalan Teluk Ambon.  

Tujuan badan tersebut dibentuk adalah untuk pengintergrasian, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan wilayah teluk dan pesisir. (S-34)

No comments:

Post a Comment