Thursday, July 19, 2012

Hasil Penelitian LIPI Ikan dan Kerang-kerangan (Bia) di Teluk Ambon Beracun

Ikan Laut dan kerang-kerangan (bia) 
Ambon - Masyarakat diminta untuk tidak mengkonsumi ikan dan kerang-kerangan (bia) yang ditangkap di daerah perairan Teluk Ambon Bagian Dalam.

Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Biota Laut menemukan adanya fenomena alam Alga beracun (Red Tide) di Teluk Ambon bagian dalam.

Jika  ikan dan bia yang ditangkap di daerah perairan Teluk Ambon bagian dalam dikonsumsi akan menimbulkan keracunan, bahkan bisa menyebabkan kematian.

Karena itu, LIPI Pusat Penelitian Oseanografi Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Biota Laut telah menyurati Walikota Ambon untuk perlunya peringatan dini kepada masyarakat, khususnya yang berada di sekitar pesisir Teluk Ambon bagian Dalam untuk  sementara tidak mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan (bia) yang ditangkap di daerah perairan Desa Latta, Lateri, Mata Passo, Negeri Lama dan Waiheru.

 Surat tertanggal 17 Juli 2012 itu, ditandatangani oleh Kuasa Pimpinan Harian LIPI, Azis Tuhepaly.

Dalam surat yang yang tembusannya diterima Siwalima, Rabu (18/7) dijelaskan, pada Kamis, 12 Juli lalu, LIPI telah melakukan penelitian di Teluk Ambon dan melakukan analisa cepat tentang kehadiran ledakan fitoplankton berbahaya, menyusul laporan terjadinya kematian ikan yang dibudidaya di perairan Teluk Ambon.

Hasil dari analisa cepat tersebut, menunjukkan terjadinya ledakan fitoplankton berbahaya dari genus Pyrodium spp. dan Alexandrium spp. dengan kelimpahan melebihi dua juta sel per liter air.

“Kondisi perairan pada saat sampling adalah warna air yang berubah coklat kehitam-hitaman dan timbul rasa gatal pada kulit pada saat terkena air laut yang mengalami ledakan fitoplankton,” jelas Tuhepaly.

Dugaan sementara pihak LIPI, hal itu disebabkan terjadinya red tide di Teluk Ambon. Karena secara keseluruhan data analisa menunjukkan fitoplankton yang sangat melimpah sebagai akibat pengayaan nutrien karena tingginya masukan air tawar melalui sungai dan run-off  yang bermuara ke Teluk Dalam selama musim hujan dalam dua bulan terakhir ini.

“Daerah yang mempunyai kawasan hutan mangrove di Teluk Ambon bagian Dalam seperti Mata Passo, Lateri, Negeri Lama dan Waiheru harus mewaspadai gejala alam ini, karena kawasan tersebut memiliki tingkat kesuburan perairan yang sangat tinggi,” urai Tuhepaly.

Ditambahkan, temuan ini dapat dijadikan sebagai peringatan dini terhadap masyarakat yang tinggal di se­kitar Teluk Ambon bagian Dalam untuk sementara tidak boleh memanen dan mengkonsumsi kerang maupun ikan yang ada di Teluk Ambon. (S-19)

No comments:

Post a Comment