Ilustrasi |
JAKARTA - Pengamat pendidikan Universitas Paramadina, Mohammad Abduhzen menganggap pemerintah tak perlu mengamandemen Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional untuk menggulirkan wajib belajar (wajar) 12 tahun. Pasalnya, dalam UU itu telah disebutkan bahwa wajar 9 tahun sebagai "minimal" pendidikan nasional.
"Sebenarnya wajar 12 tahun itu sejiwa, dan tidak bertentangan jadi sudah memiliki dasar hukum," kata Abduhzen, Kamis (30/8/2012), di Jakarta.
Hal ini disampaikan oleh Abduhzen menanggapi niat pemerintah untuk mengamandemen UU Sisdiknas demi memperoleh payung hukum menggulirkan wajar 12 tahun. Saat ini, wajar 12 tahun telah dirintis melalui program pendidikan menengah universal (PMU) yang istilahnya sengaja digunakan karena pemerintah menilai belum berhak menggunakan kata "wajib belajar" pada pendidikan 12 tahun menyusul belum diatur oleh UU.
Untuk menggolkan rencana ini, pemerintah memulai dengan menggelontorkan dana bantuan operasional sekolah jenjang sekolah menengah (BOSM) yang diperuntukkan bagi siswa SMA. Sumber dana BOSM belum ditetapkan diperoleh dari pos anggaran mana dalam APBN. Akan tetapi kabarnya, anggarannya akan diambil dari dana alokasi umum (DAU).
Dalam pagu indikatif anggaran fungsi pendidikan tahun depan, DAU 2013 menyentuh angka Rp 125 triliun. Namun kemudian diketahui bahwa DAU 2013 hanya memerlukan anggaran sebesar Rp 113 triliun. Itu berarti ada anggaran lebih sebesar Rp 12 triliun.
Rintisan BOSM sudah mulai disalurkan di pertengahan tahun 2012. Unit cost-nya sebesar Rp 120 ribu per anak per tahun. Rintisan BOSM sengaja digelontorkan dalam jumlah kecil untuk melatih dan menguji coba sistem penyalurannya. Setelah dinilai berhasil, mulai 2013 jumlahnya naik dengan signifikan. Yakni mencapai Rp 1 juta per anak per tahun.
Sumber : http://edukasi.kompas.com
No comments:
Post a Comment