" Moderat berarti tidak keras dan juga tidak loyo "
Kehidupan dan kerukunan umat
beragama akhir-akhir ini mengalami permasalahan. Sikap-sikap intoleransi dan perilaku yang
tidak menghargai perasaan pemeluk agama ditunjukkan oleh sebagian kalangan yang
juga mengaku sebagai pemeluk agama.
Dalam konteks global, hal
ini ditunjukkan dengan publikasi karikatur nabi Muhammad SAW, pembuatan film
Fitna oleh Gertz Wilder, dan yang terbaru adalah pembakaran Al-Qur’an oleh dua
orang pendukung Pendeta Terry Jones (pendeta sebuah gereja kecil di Florida,
AS), Pendeta Bob Old dan Pendeta Danny Allen.
Pembakaran Al-Qur’an tersebut dilakukan pada acara peringatan tragedi
runtuhnya double WTC 11 September 2010 lalu.
Fenomena kehidupan beragama
di Indonesia saat ini juga nampaknya tidak jauh berIbeda dengan hal di
atas. Mulai dari tuntutan pembubaran Jamaah
Ahmadiyah karena dianggap sesat dan menyimpang dari ajaran Islam, maupun
benturan-benturan antar kelompok semisal FPI dengan ormas lainnya.
Agama secara sosiologis
memang sangat sensitive terhadap konflik.
Merujuk pada teori Emile Durkheim (1912), bahwa dalam hubungan antar
umat beragama dan emosi keagamaan, akan terbentuk ikatan dan solidaritas yang
kuat. Hal ini terjadi mengingat emosi
keagamaan merupakan dasar ikatan primer dalam komunitas masyarakatdan menjadi
sumber dari sentiment kemasyarakatan, dimana kesadaran tentang hubungan
tersebut menjadi ikatan paling kuat dan palin mudah disinggung dan
dilukai. Inilah yang menyebabkan umat
beragama mudah tersulut dan akhirnya menimbulkan konflik yang mengatasnamakan
agama.
Bebagai permasalahan
kehidupan dan kerukunan umat beragama perlu disikapi dengan dewasa. Dalam hal ini pada dasarnya Al-Qur’an telah
memberikan pelajaran dan ajaran tentang perlunya menjaga kerukunan umat
beragama. Al-Qur’an mengajarkan
toleransi, menjaga dan menjamin hak-hak umat beribadah dan beragama (Q.S. Al-Kafirun :6 dan Al-Baqarah : 256). Al-Qur’an menuntut umatnya untuk menjadi umat
yang moderat (Ummatan Wasathan). Sikap moderat akan menimbulkan sikap
toleransi dan menghargai antara umat beragama.
Al-Qur’an sebagai kitab
petunjuk telah memberikan predikat umat moderat, predikat yang cukup ideal kepada umat nabi
Muhammad SAW. Predikat ini diungkapkan
dalam surat Al-Baqarah ayat 143: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan
kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu.”
Konsep dan ajaran umat
moderat dan toleran juga telah diajarkan dan dipraktekkan langsung oleh nabi
Muhammad SAW dalam membangun piramida kerukunan umat masyarakat Madinah. Kehidupan kerukunan umat beragama dilindungi
dengan sebuah konstitusi yang disebut dengan Piagam Madinah. Piagam ini memberikan perlindungan dan
jaminan kebebasan beragama dalam konstruk politiik heterogenitas umat beragama
dan suku di Madinah saat itu.
Nabi Muhammad menyebut komunitas
dengan berbagai latar belakang agama, suku, dan darah tersebut dengan sebutan “ummah”. Dengan sebutan ini maka akan mempererat
rajutan benteng persaudaraan dalam konteks kemanusiaan (ukhuwah insaniyah).
Masyarakat yang bersatu, hidup dalam kedamaian dan kebersamaan tanpa
memandang perbedaan latar belakang.
Munculnya isu terorisme
telah menjadi pelajaran berharga untuk menumbuhkembangkan sikap ini. Ketika isu ini muncul, dengan tegas dan
lantang umat Islam dari berbagai latar belakang. Terutama kaum intelektual
muslim menjelaskan bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan, apalagi teror. Dengan sigap mereka mengajak kalangan yang
menuduh Islam sebagai agama teror (khususnya
ilmuan-ilmuan Barat) untuk berdiskusi dan mengadakan dialog peradaban
antara Islam dan Barat.
Isu terorisme, meskipun telah nyata sangat merugikan
sebagian besar umat Islam tetap dihadapi dengan skap bijaksana, tenang dan
tetap rasional. Islam tidak keras dan
arogan (Q.S Yunus : 99), pun juga
tidak loyo dan mudah menyerah (Q.S.
As-Syu’ara : 30). Islam mengajarkan
sikap moderat (Q.S. Al-Baqarah : 256).
Ajaran Al-Qur’an dan pengalaman
historis masyarakat Madinah yang hidup dalam kerukunan dan kebersamaan dalam
bingkai konstitusi Piagam Madinah menjadi pelajaran untuk menumbuhkembangkan
sikap moderat dalam rangka menjaga kehidupan umat yang toleran. Terlebih dengan adanya isu terorisme yang
menimbulkan perilaku intoleran dari umat lain dan telah nyata-nyata
mendeskreditkan umat Islam hendaknya dijadikan momentum untuk meningkatkan sikap
moderat dan toleran. Namun demikan bukan
berarti loyo dan diam ketika diperlakukan tidak adil.
Moderat berarti tidak keras
dan juga tidak loyo. Tidak tinggal diam
dan tetap tegas dengan sikap yang rasional dan dewasa dalam menjalani kehidupan
beragama dalam bingkai pluralitas.
Sumber : Buletin
Dakwah “Ar-Rahman” (Yayasan Lembaga Pengembangan Taman Baca Al-Qur’an –
Ambon).
No comments:
Post a Comment