Ilustrasi |
Ambon - Reformasi di tubuh Polri yang selalu digembar-gemborkan hanya masih sebatas wacana. Buktinya, penerimaan Calon Bintara (Caba) Polri yang bebas alias gratis, ternyata di belakang praktik calo tetap berjalan, seperti yang terjadi di Polda Maluku.
Kali ini yang menjadi korban calo adalah Aan Waliudin. Pemuda asal Namlea, Kabupaten Buru ini menjadi korban penipuan praktek pencaloan yang dilakukan istri anggota Ditlantas Polda Maluku bernama Megi Manuputty bersama dengan kakaknya Max Manuputty, serta salah satu anggota polisi bernama John Tale, sehingga ratusan juta miliknya lenyap.
Kepada wartawan di Ambon, Rabu (8/5), Waliudin kemudian menceritakan bagaimana uang ratusan juta miliknya digarap oleh para calo ini.
Waliudin mengungkapkan, kejadian ini berawal saat dirinya akan mengikuti tes seleksi Caba Polri Angkatan I pada bulan Januari tahun 2011. Ketika itu dirinya dikenalkan oleh kakaknya terhadap salah satu kenalannya bernama Max Manuputty yang katanya punya kenalan yang bisa meloloskan dirinya dalam seleksi tersebut.
“Pak Max ini seorang kontraktor ini katanya punya kenalan yang bisa loloskan saya dalam tes masuk polisi, dari Max kemudian saya dikenalkan dengan adiknya bernama Ibu Megi yang suaminya juga anggota polisi yang sehari-hari tugas di Ditlantas Polda Maluku, saat itu Ibu Megi bilang untuk masuk polisi gampang karena dirinya sangat dekat dengan Ibu Kapolda Syarief Gunawan ,” tuturnya.
Dijelaskan, setelah pertemuan itu, beberapa hari kemudian lewat Max Manuputty, dirinya disuruh menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta untuk penyetoran awal pada saat akan tes.
Setelah dirinya lolos kesehatan I, Megi kembali menemui dirinya untuk meminta Rp 125 juta dengan alasan untuk penyetoran berikutnya. Saat itu dirinya bersama-sama dengan Megi menuju ke Aspol Tantui dengan tujuan untuk menemui Ibu Kapolda.
Setelah tiba di depan gerbang Aspol Tantui dirinya menyerahkan uang sebesar Rp 125 juta kepada Megi, kemudian yang bersangkutan mengambilnya dan mengatakan akan menemui Ibu Kapolda untuk menyerahkan uang tersebut.
“Waktu Ibu Megi masuk ke Aspol saya tunggu di depan tak lama berselang, Ibu Megi kembali dan bilang buat saya bahwa uangnya sudah diserahkan kepada Ibu Kapolda dan semuanya clear sebab kamu sudah masuk jatah Kapolda, setelah itu saya kembali ke tempat kos saya di Kebun Cengkeh sementara Ibu Megi kembali ke rumahnya di Aspol Kayu Putih,” jelas Waliudin.
Kemudian pada saat memasuki tes kesehatan II, Megi kembali meminta Rp 1 juta dari dirinya dengan alasan untuk biaya check up. Setelah itu seleksi selanjutnya dirinya lolos sebab soal-soal Pengetahuan Umum (PU) saat ini dibocorkan oleh panitia saat itu yakni AKBP Indra, namun kebocaran soal itu diketahui sehingga AKBP indra dimutasikan saat itu juga.
“Setelah lolos PU saya dalam seleksi selanjutnya lolos terus, namun saat pantukhir saya dinyatakan gugur. Waktu Megi tahu saya gugur Megi datang temui saya dan katakan sebenarnya saya bukan dipegang oleh Kapolda, tetapi AKBP Indra yang sudah dimutasikan,” ungkapnya.
Namun saat itu, kata Waliudin, karena Megi melihatnya kecewa, Megi kembali menguatkan dirinya dengan mengatakan tidak boleh khawatir, karena pada tes gelombang ke II bulan Juli dirinya tidak perlu mengikuti tes lagi, tetapi langsung masuk pendidikan di SPN Passo. Sebab pada tes gelombang I itu sebenarnya dirinya lulus namun tidak masuk dalam kuota penerimaan. “Saat itu pula Megi mengembalikan ung saya hanya sebesar Rp 110 juta,” ujarnya.
Pada saat penerimaan gelombang II Caba Polri bulan Juli tahun 2012 dirinya disuruh ikut lagi, dan saat memasuki tes kesehatan I Megi meminta dirinya untuk menyetor Rp 100 juta, tetapi sebelumnya Megi pinjam lagi sebesar Rp 10 juta untuk keperluan pribadinya.
Uang tersebut dirinya menyerahkan kepada Megi di kawasan Pantai Losari. Saat itu Megi bersama anggota Polisi Bripka John Tale yang mengemudikan mobil Kijang Toyota Rush serta Max Manuputty.
“Uang Rp 10 juta yang Megi pinjam dari saya ini, Ibu Megi katakan pinjamannya tidak usah dikembalikan lagi kepada saya sebab nanti digabungkan dengan Rp 100 juta buat Pak Kabid Dokkes Polda Maluku AKBP Andry Bandarsyah,” kata Waliudin.
Setelah menyerahkan sejumlah uang tersebut, menurut Waliudin, beberapa hari kemudian setelah selesai mengikuti tes jas, Megi kembali menghubunginya dan mengatakan bahwa tes jasnya jelek sehingga harus menyerahkan lagi uang sebesar Rp 10 juta. “Namun saat itu Ibu Megi meminta uang tersebut diserahkan di depan RS GPM dan pada pukul 24.00 WIT uang tersebut diambil oleh anggota polisi bernama John Tale,” urainya.
Setelah menyerahkan uang tersebut, keesokan harinya saat pengumuman hasil tes jas ternyata dirinya dinyatakan gugur. Saat mengetahui dirinya gugur, Waliudin kemudian meminta kembali uangnya tersebut kepada Megi, namun Megi mengaku akan menghubungi Kabid Dokes terlebih dahulu, sebab yang bersangkutan masih berada di Jakarta.
“Namun sekitar 3-4 bulan kemudian saya hubungi Megi kembali, tetapi Megi bilang uangnya tak bisa dikembalikan lagi, kalau dilaporkan juga sama saja sehingga nanti diambil secera perlahan, sementara Pak Max kakaknya Megi ini bilang nanti adiknya bisa urus uang itu kembali dari Ibu Dokkes, kalaupun tidak uang itu akan saya ganti saat itu Pak Max bilang jaminannya mobil Avansa miliknya di pangkalan taxi,” terang Waliudin.
Ternyata, lanjut dia, sampai saat ini uang tersebut belum juga dikembalikan bahkan mobil Avansa yang dijadikan jaminan juga bukan milik Max Manuputty, tapi orang lain.
“Ibu Megi ini juga pernah ancam saya katanya kalau sampai saya laporkan ke polisi maka uang itu tidak bisa keluar karena suda terlanjur malu, kalaupun lapor, Ibu Megi nanti akan lapor balik karena telah melakukan pencemaran nama baik,” tukasnya.
Walaupun mendapatkan ancaman tersebut, Waliudin ,menegaskan, dirinya akan tetap melaporkan kasus ini ke Ditreskrimum, sehingga pimpinan tertinggi di Polda Maluku juga dapat mengetahui hal ini. (S-21)
Sumber : siwalimanews.com
Sumber : siwalimanews.com
No comments:
Post a Comment