Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah. |
Banyaknya situs sejarah yang hancur di Suriah akibat perang bukanlah perkara ringan. Sekalipun Suriah telah mencapai reformasi, situs-situs yang hancur tersebut tidak dapat pulih seperti semula.
Bagaimana melindungi warisan peradaban yang amat berharga tersebut, wartawan Republika mewawancarai pengamat Timur Tengah Universitas Indonesia Yon Machmudi PhD. Berikut kutipannya:
Apakah situs-situs sejarah di Suriah yang hancur akibat perang dapat dipulihkan kembali?
Inilah salah satu persoalan perang. Perang bukan hanya berdampak pada ekonomi dan kemanusiaan. Namun, juga berdampak pada pemusnahan bangunan bersejarah. Walaupun sebenarnya sudah diatur situs bersejarah dilindungi UNESCO, dilarang dilakukan pengrusakan.
Itu kan dilindungi, terutama yang usianya tua dan menjadi bagian peradaban. Damaskus kan peradaban Islam tertua.
Lalu bagaimana itu dipulihkan?
Ini harus dilihat juga tingkat kerusakannya. Kalau disebabkan senjata berat, menghancurkan puing, saya kira sulit untuk direkonstruksi ulang. Hal ini berbeda dengan kerusakan karena alam. Tapi, di Suriah kan rata-rata karena pengeboman yang punya daya rusak luar biasa.
Tadi disebutkan UNESCO membuat peraturan, berarti terdapat sanksi yang menjerat pelaku perusakan?
Harusnya ada. Karena, setiap peraturan pasti ada sanksi hukuman. Ini bisa dibawa ke forum internasional. Namun, sanksinya memang tidak begitu tegas karena ini menyangkut barang-barang atau benda-benda bersejarah. Berbeda dengan sanksi perang yang berkaitan pembunuhan massal yang punya dampak kejahatan kemanusiaan. Ini kan terkait perusakan situs bersejarah. Tapi, memang seharusnya hal ini disuarakan pihak-pihak yang berkepentingan untuk melindungi situs-situs bersejarah.
Harus ada pihak-pihak yang mengingatkan kembali, baik mengingatkan pemerintah ataupun oposisi untuk melindungi situs bersejarah. Karena, itu kan bagian dari peradaban yang akan menjelaskan kepada generasi mendatang untuk tetap diakui eksistensinya.
Pihak mana yang bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, pemerintah Assad ataukah oposisi?
Kondisi sekarang ini belum stabil. Perjuangan oposisi juga masih terus berjalan. Pemerintah Suriah juga bersikeras mempertahankan. Ini bukan cara yang tepat siapa yang mempertanggungjwabkan. Tapi, tetap disuarakan agar mereka melindungi situs-situs itu. Setelah ada perundingan Suriah ke depan, baru bisa dilakukan penuntutan pelanggaran.
Lalu tadi disebutkan, bahwa situs-situs itu sulit dipulihkan. Apa itu berarti sisa peradaban itu akan hilang selamanya?
Ya, sebetulnya bisa saja dipulihkan, tapi kan tidak bisa jadi asli lagi. Bentuk-bentuknya hanya tiruan. Replika-replika kemegahan itu juga pernah ada. Jadi, arsitek sekarang bisa mulai merekonstruksi ulang menyesuaikan dengan gambar yang dulu. Namun, tentu saja dengan bahan yang tidak sama dan itu membutuhkan biaya yang tinggi. Tergantung nanti pihak pemerintah yang berkuasa di Suriah memprioritaskan mana. Biasanya setelah perang mereka memprioritaskan pemulihan ekonomi.
Memang, idealnya ada lembaga internasional yang akan memelihara situs peradaban Islam. Lembaga itu bisa dalam bentuk yayasan internasional yang memberikan donasi untuk memberikan pemeliharaan situs-situs sejarah Islam. Sehingga, ketika ada masalah, bangunan itu bisa dilestarikan dan dijaga.
Jadi, selama ini tidak ada lembaga yang menangani situs peninggalan Islam?
Sebenarnya di bawah OKI ada bagian khusus yang fokus pada kebudayaan Islam. Tapi, sejauh mana efektivitas bisa dilakukan? Kita juga bisa lihat, akibat invasi AS ke irak, di Baghdad, kan sampai sekarang juga belum dilakukan pemulihan. Karena, masih ada persoalan pendudukan AS itu. Saya kira ke depan juga perlu menyelesaikan persoalan di negara lain. Memang harus lebih dikuatkan lagi lembaga-lembaga yang mampu untuk melestarikan, menjaga peninggalan-peninggalan Islam di dunia.
Sumber : http://www.republika.co.id
Sumber : http://www.republika.co.id
No comments:
Post a Comment