Oleh : Wahada Mony, Fungsionaris Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Periode 2013-2015
Potret Demokrasi di Maluku mulai tinggal landas. Penentu kompas pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur telah tersaksikan Selasa, 11 juni 2013 lalu.
Semangat adrenalin terus memicu pergerakan politik masyarakat di daerah hingga menggugah asa publik dengan satu pertanyaan besar yakni, siapa yang terbaik dalam kompetisi lima tahunan ini? Pertanyaan ini terus melintasi kecemasan publik seantero Maluku dan sebentar lagi akan terjawabkan saat rakyat mendaulat hak politik yang akan di putuskan pada momentum ini. Akan tetapi, kunci demokrasi seyogyanya adalah untuk menjawab keresahan rakyat, membangun kemandirian Maluku di berbagai aspek serta ikut mensejahterakan masyarakat yang terisolir di berbagai pulau di Maluku.
Secara historis, Maluku adalah miniatur terbesar dan gerbang pembangunan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Memiliki ragam potensi kekayaan alam yang tersebar dan terkenal hingga ke penjuru nusantara bahkan dunia. Kaya akan lautnan luas terbentang dengan segala sumber budi daya laut terbesar, cengkeh-pala sebagai prioritas unggulan di daerah juga menjadi hasil bumi yang dibanggakan. Jika digarap secara baik maka pilar pembangunan serta penyempitan anggaran di daerah akan terjawab. Problemnya kemudian adalah, siapa calon gubernur yang layak dan memiliki konsep pembangunan dari aspek ini. Hal ini masih menjadi drama politik ansich ketika calon yang maju hanya bermodal finansial maupun kekuasaan atau jabatan namun tak memiliki konsep pembangunan kepulauan komprehensif selama kurun waktu lima tahun mendatang.
Tempo waktu satu dekade ini sudah harus menjadi catatan pijak pembangunan bagi masyarakat Maluku. Sepuluh tahun perjalanan pemerintahan ketika literatur daerah masih menunjukan Maluku terkungkung dan terisolir jika di banding daerah-daerah lainnya di Indonesia. Potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan basis kepulauan daerah belum dikelola secara baik dan proporsional. Sejatinya, Otonomi Daerah (OTDA) belum menangkap kebutuhan masyarakat di daerah. Bagi Pemerintah Daerah (Pemda) masih dianggap sebagai subtitusi pembangunan bukan sebagai kebutuhan primer pemerintah daerah (Pemda). Maka tidak heran kalau otonomi daerah hanya akan menjadi stempel dan isapan jempol bagi pemda.
Inti kemandirian adalah hakekat utama yang seharusnya terbangun sebagai prinsip menjawab problem otonomi daerah (otda). Namun merasa terabaikan karena kondisi kelemahan pejabat setempat yang kurang mampu menanggap daya kelola pembangunan kepulauan yang tersedia di Maluku. Selain Pemda yang kurang lihai juga tak mampu mengolah kemampuan dalam memformat pembangunan dari basis kepulauan. Ironisnya yang terjadi kemudian adalah mewabahnya potret persoalan akut daerah, masalah kemiskinan menjemput menjadi resah warga, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pemda yang lemah, sarana pembangunan dan akses ekonomi yang sulit dijangkau masyarakat kecil di daerah kepulauan, serta meningkatnya korupsi sebagai penghambat percepatan pembangunan.
Sangat kompleks memang ketika problem di daerah hadir kian menjadi pukulan terberat bagi kesejahteraan rakyat banyak. Terus menuai hambatan bahkan penanganan masalah tanpa solusi ampuh. Pemerintah daerah dianggap menjadi biang kerok atas kesenjangan pembangunan tersebut. Harusnya pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan (decition maker) menjadi kekuatan penyeimbang dalam meminimalisir tingkat kesenjangan di tingkat lokal. Lemahnya nilai tawar pemerintah daerah ke pempus salah satunya karena faktor pemda tak mampu menjawab ujian dan tantangan pembangunan di daerah. Juga karena pemda setempat terus bergantung ke pempus tanpa punya ikhtiar membangun dari aspek kepulauan secara mandiri. Pada akhirnya esensi dan praktek otonomi daerah di Maluku dianggap gagal menjembatani kebutuhan rakyat.
Seperti kata Yudi Latif, “Kurangnya tokoh panutan dan banyaknya pengkhianat, membuat jagad politik bangsa kehilangan pemimpin”. Begitu halnya dengan wajah kepemimpinan di daerah. Semangat untuk menghadirkan pemimpinan panutan yang membangun dari laut dan pulau sangat dirindu di Maluku. Lewat event politik skenario kepemimpinan yang sebentar lagi dilewatkan, maka pola pikir pembangunan pemerintah di daerah sudah harus mulai dirubah mainstream kebijakan. Dari kebijakan parsial kontinental menjadi kebijakan yang berbasis kepulauan, dari ketergantungan pemerintah daerah ke pempus menjadi kemandirian ekonomi di daerah.
Tentu value kebijakan dalam bentuk ini yang dirindukan rakyat saat ini. Belajar dari sejarah kelam pembangunan, maka Maluku ke depan tidak harus mengulangi catatan pahit yang sudah terlewatkan. Cukup menjadi pedoman untuk membangun spirit pembangunan Maluku secara lebih baik dan kompetitif. Mengobati penyakit kemiskinan, bersih dan tegas untuk melawan korupsi serta mempercepat arus pembangunan adalah harapan publik Maluku untuk lima tahun mendatang. Yang terpenting, dasar kebijakan pembangunan dimulai dari desa atau dusun dengan mengarah pada aspek kepulauan. Maka tanpa sadar ikut merespon secara politik semangat otonomi di daerah.
Memilih pemimpin baru hari ini adalah tugas terberat rakyat Maluku yang harus dilakukan secara ketat dan selektif. Sejatinya momentum pilkada ini mampu menjawab gelombang kesenjangan sosial, ekonomi dan politik yang terjadi di daerah. Pasalnya, untuk menyelamatkan hajat hidup masyarakat Maluku hingga rentang waktu lima tahun mendatang, maka akan bergantung dari suara politik masyarakat yang diberikan saat berkunjung lima menit ke TPS masing-masing.
Tak ada harapan baru yang didambakan dalam mengelola pembangunan Maluku. Selain masyarakat didewasakan hak politiknya dengan baik dalam menghindari money politik yang sesat. Maka akan memberi kematangan di tingkat demokrasi lokal kita. Dalam memeberi sejarah baru buat tampuk kepemimpinan saat ini agar menyelematkan Maluku bisa lepas dari rongrongan kemiskinan, korupsi, dan problem akut lainnya.
Suara rakyat adalah dewa penyelamat untuk Maluku lima tahun mendatang. Perbedaan pilihan politik juga sebagai kunci penguatan persatuan dalam membangun pesta demokrasi. Maka, tetap menjaga peradaban politik yang santun, agar terciptanya Maluku yang aman, damai dan sejahtera guna bersama membangun Maluku yang Mandiri, bersih dan pembangunan berkelanjutan yang berbasis kepulauan. Selamat berdemokrasi **
No comments:
Post a Comment