Saturday, May 18, 2013

Pentas Seni Kopi Digelar di Wakal-Ambon

wakal
Salah satu tarian yang disuguhkan dalam acara pentas seni di halaman SD 
Negeri 1 Wakal, Jumat (17/5) malam.

Ambon - Komunitas Pencinta Seni (Kopi) di Negeri Wakal, utara Pulau Ambon, menyelenggarakan pentas seni. Kegiatan itu berlangsung di halaman SD Negeri 1 Wakal, Jumat (17/5) malam.

Kopi bekerja sama dengan Kelompok Pencinta Alam (KPA) Laskar Alam menggelar pentas seni ini guna merayakan hari Kebangkitan Nasional dan Hari Pattimura. Serangkaian acara dalam pementasan seni ini membuat malam di Wakal menjadi meriah. Para muda dan warga setempat bersukacita.

Selain para seniman muda dari komunitas Kopi dan Amalisawane Dancer, ikut juga komunitas seni Rumah Kita Negeri Hila, Redhome Ambon, Merah Saga Ambon, para pelukis dari komunitas Kanvas Alifuru, Bengkel Sastra Maluku, grup Hiphop Halawang Bersatu dari Negeri Hila. Selain itu, sejumlah aktivis dan seniman dari Kota Ambon datang memberi dukungan semangat seperti dari Rumah Beta, d,Embalz, Penyala Ambon,

Para seniman ini mempersentasikan tarian yang dikolaborasikan dengan puisi, teater, puisi teatrikal, pantomim, dan sebagainya. Pentas yang dipandu MC Tirta Triana (Penyala Ambon) diawali dengan puisi pembacaan puisi Pattimura oleh Sifa Nakul, pelajar SMA Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Wakal.

Para penari dari Kopi-Wakal mempersembahkan tari kipas yang dikolaborasi dengan puisi heroik bertema semangat Pattimura. Kopi juga melanjutkan pentas ini dengan puisi teatrikal bertajuk kemuning senja.

Setelah Amalisawane Dancer mempersembahkan tarian kreasi baru, Kopi kembali menyuguhkan tari obor. Penyair Rudi Fofid dan Ronal Regang berkolaborasi dalam pentas puisi dan pantomim. Rudi membaca puisinya berjudul Leihitu, disusul puisi Kisah Saman dengan latar pantomim Ronal.

Para pemain teater Merah Saga menyuguhkan satu episode teater fisik tentang spirit Pattimura, sedangkan Ronal Regang kembali tampil dengan teater tunggal.

Setelah sebuah lagu hiphop dari Halawang Bersatu (Negeri Hila), Ronal Regang membacakan puisi Pelarian Terakhir, karya Dominggus Willem Syaranamual, wartawan dan sastrawan yang makamnya terletak di Negeri Mamala, juga di jazirah Leihitu.

Komunitas Rumah Kita mempersembahkan puisi teatrikal bertajuk Revolusi, dan sebuah puisi penutup dari Merah Saga. Seluruh pendukung acara kemudian menutup pentas ini dengan lagu Indonesia Tanah Air Beta dan lagu Gandong.

Sepanjang pementasan ini, di sisi panggung ada para pelukis dari komunitas Kanvas Alifuru membuat aksi grafiti dan sketsa. Empat kanvas diselesaikan oleh pelukis Petra Anjani, Tesar Saiya, John Lakburlawal, Maxi Mamuly dan Erick Kosapitu Saleky. Lukisan mereka kemudian ditinggalkan untuk menjadi koleksi Kopi-Wakal.

Ketua Panitia Saifudin Nur Bastian kepada Maluku Online usai pentas seni ini mengaku gembira sebab pentas ini bisa terselenggara secara baik dengan dukungan Pemerintah Negeri Wakal. Dia menjelaskan, pentas ini sekaligus untuk memperkenalkan dan menegaskan kehadiran komunitas seni yang digerakkan para muda setempat.

“Beta seng tau mau bilang apa lagi. Beta bangga dan terharu sebab pentas ini menandai bangkitnya anak-anak muda Wakal,” ujar Bastian.

Bastian juga mengaku gembira dan bangga sebab acara budaya di Negeri Wakal juga mendapat dukungan dari para seniman dari Kota Ambon.

Sumber : http://malukuonline.co.id

No comments:

Post a Comment