Friday, March 8, 2013

Romantisme Perjalanan Menjelajah Surga Jogja – Solo

Oleh : Astri Damayanti

Berangkat dari Jakarta pada pagi menjelang siang, kami akan menikmati hutan awan di dalam Garuda Indonesia selama kurang lebih 1 jam. Bagi kami berdua romantisme selalu terbangun berawal dari makanan. Snack dan jus apel yang diberikan oleh pramugari Garuda Indonesia adalah sajian istimewa yang akan menemani kami menikmati keindahan dan romantisme perbukitan mega.

Gamelan
Kota Jogja yang menjadi tujuan awal kami selalu menyajikan keramah tamahan dalam menyambut setiap tamunya. Alunan gending Jawa yang menyambut kami di lobbi hotel membuat rasa ini semakin bahagia. Interior hotel yang bergaya tradisional Jawa membuat kami merasa nyaman. Kami memang sangat mengharapkan aura romantisme dari setiap unsur yang akan kami temui dalam petualangan ini. Tidak salah kami memilih untuk memesan hotel secara online berdasarkan rekomendasi pada website Garuda Indonesia, selain caranya mudah juga harganya murah.

Romantisme Jogja

Brongkos
Tiba di Jogja menjelang siang adalah saat yang tepat untuk berburu kuliner. Santapan siang impian kami adalah Brongkos yang ada di dekat Alun-alun Selatan. Brongkos merupakan salah satu makanan favorit Sri Sultan Hamengkubuwono X, raja Yogyakarta. Makanan ini biasa dimakan dengan nasi. Merupakan sayur berkuah santan kental yang dimasak dengan kaldu daging segar. Di dalamnya terdapat kacang tolo, suwiran daging sapi serta tahu.

Romantisme Jogja akan lebih terasa ketika kami mengunjungi taman sari. Kami sangat ingin mengunjungi situs bersejarah yang berada di dalam area Kraton Yogyakarta ini setelah membaca salah satu artikel destinasi pada website Garuda Indonesia.

Taman Sari Kedhaton Jogjakarta
Taman ini dibangun pada zaman Sultan Hamengkubuwono I sekitar tahun 1758-1765. Dulu taman sari ini membentang dari barat daya kompleks Kedhaton hingga sebelah tenggara kompleks Magangan. Namun kini Taman Sari yang masih bisa dilihat hanya di bagian barat daya kompleks Kedhaton. Pada kompleks taman sari terdapat empat bagian yaitu danau buatan dibagian barat, pemandian umbul binangun yang berada di sebelah selatan danau buatan. Di sebelah selatan umbul binangun terdapat Pesarean Ledok Sari dan Kolam Garjitawati.


Kopi Joss
Makan malam romantis akan kami habiskan dengan cara yang sederhana. Duduk beralas tikar di angkringan dekat stasiun Tugu Yogyakarta. Suasana malam yang temaram menambah kenikmatan segelas kopi joss yang dinikmati dengan sensasi bara arang yang dicelupkan di dalamnya. Sajian nasi kucing dengan aneka lauk sederhana menyadarkan kami bahwa cinta itu sederhana, yang membuat mewah adalah kebahagiaan yang dibangun dari dua jiwa yang saling mengerti dan mengagumi satu sama lain.

Menjelajah Surga Pantai Selatan

Peta Pantai Selatan Yogyakarta
Pagi hari yang cerah akan kami mulai dengan perjalanan melihat salah satu bagian dari surga Pulau Jawa. Dari Jogja kami akan menuju Solo tidak melalui jalur yang biasa. Kami memilih jalur memutar lewat Gunung Kidul dan Wonosari dengan menyusuri pantai selatan. Di jalur yang akan kami lalui ada pantai-pantai indah yang saling berdekatan yaitu pantai Ngrenehan, Ngobaran, Baron, Kukup, Indrayanti, Krakal, Ngandong, Sundak.

Pantai Ngobaran merupakan lambang cinta sejati antara Prabu Brawijaya V dan istrinya. Keduanya membakar diri bersama sehingga tempat itu disebut dengan Ngobaran yang artinya api yang berkobar. Istri Prabu Brawijaya V sebelumnya menyatakan cintanya sebesar kuku, walaupun dipotong akan tumbuh terus selama ia masih hidup. Sebuah filosofi cinta yang sederhana namun sangat mengena dalam perjalanan cinta sejati.

Nuansa Bali sangat terasa di tempat ini dengan adanya pura yang dibangun di atas tebing. Suara deburan ombak yang menghantam karang adalah musik indah yang mengiringi nyanyian hati setiap orang yang datang ke tempat ini. Keindahan surga di sini diperkuat dengan adanya sumber air tawar yang berada di bibir pantai. Air yang jernih itu menerobos celah-celah karang kemudian mengalir pada hamparan pasir putih.

Pantai Ngobaran

Pantai Ngrenehan adalah gambaran surga pantai nelayan yang sederhana namun penuh dengan eksotisme. Di pantai ini ombaknya kecil begitu juga dengan hempasan angin laut. Ini karena pantai berada di teluk yang dibatasi oleh dua dinding karang yang kokoh. Pasir putih pantai dan aktivitas nelayan yang pulang menangkap ikan merupakan sebuah pemandangan yang tidak akan pernah terlupakan.

Pantai Ngrenehen

Kami akan memasuki pantai Ngandong melalui pantai Sundak. Dalam perjalanan menuju pantai ini kami akan mencoba sensasi kuliner ekstrim yaitu Belalang goreng. Ombak pantai ini cukup tenang dan airnya jernih. Pantai ini juga sepi sehingga aura romantisme bisa terbangun dengan sempurna .

Pantai Ngandong
Solo Surga Kuliner

Sate kere
Sore hari kami sudah memasuki Solo dan membersihkan badan serta beristirahat sebentar. Malam harinya kami tidak akan melewatkan makan malam sederhana dengan menu sate kere di Gladak Langen Bogan (Galabo). Di tengah malam yang dingin kami pun mencari kehangatan dengan menikmati wedang kacang putih di daerah Keprabon.

Pagi-pagi sengaja kami tidak sarapan di hotel. Romantisme Solo di pagi hari sangat sayang dilewatkan begitu saja. Kami memilih sarapan Soto yang berada di luar kota, tepatnya di jalan menuju bandara. Warung soto ini berada di pinggir sawah dengan menu yang mengguggah selera.

Soto Sawah
Sebagai makanan pencuci mulut kami pun kembali ke dalam kota dan mencari penjual Tahok. Sebuah makanan yang terbuat dari sari kedelai dan dimakan bersama dengan kuah jahe. Tahok ini termasuk kuliner yang sudah langka di Solo karena hanya ada tiga orang saja yang menjualnya.

Tahok
Tidak lengkap rasanya kalau di Solo tidak bertemu dengan batik. Kami pun mencoba belajar batik di kampung batik Laweyan. Petualangan di kota Solo pun berlanjut ke Pasar Klewer untuk berbelanja batik tradisional. Saat makan siang lagi-lagi kami mendapatkan kuliner nikmat di dekat Pasar Klewer, tepatnya di dekat Gapura Pasar Klewer. Makan siang kami kali ini adalah Tengkleng, yaitu daging kambing yang dimasak dengan bumbu rempah dan kuah encer.

Selat solo
Makanan pencuci mulut siang itu adalah selat solo di warung selat mbak Lies yang berada di daerah Serengan, tidak jauh dari Pasar Klewer. Ditemani minuman es kelapa dengan gula merah, rasanya hari itu kami benar-benar merasakan surga kuliner.

Keterbatasan waktu yang kami miliki disela-sela rutinitas kerja membuat kami harus puas dengan perjalanan romantis yang singkat. Sebelumnya kami akan menyempatkan diri untuk membeli oleh-oleh berupa Roti kecik dan sosis Solo. Hingga akhirnya kami pun kembali terbang bersama Garuda Indonesia menuju Jakarta pada sore hari dari bandara Adi Sumarmo Solo.


Tulisan ini merupakan salah satu pemenang lomba Kompetisi Blog Kemenparekraf  dengan tema "Journey Of Love"

No comments:

Post a Comment