(FOTO ANTARA/ Marifka Wahyu Hidayat)
Ilustrasi - Sejumlah anak memainkan permainan tradisional Gangsing
di kawasan Dadap, Kabupaten Tangerang.
|
Yogyakarta - Mainan tradisional sepatutnya dilestarikan, karena bisa menjadi media pembelajaran bagi anak-anak, kata peneliti dari Institut Seni Indonesia Surakarta Bagus Indrayana.
"Melalui permainan tradisional itu akan membangun kesadaran kolektif dalam bersosialiasi dengan anak-anak lainnya. Selain itu juga dapat menjadi media pembelajaran dalam penanaman sikap dan perilaku dalam kebersamaan," katanya di Yogyakarta, Selasa (26/3/2013).
Menurut dia saat memaparkan hasil penelitiannya di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), mainan tradisional memiliki fungsi sosial dan budaya terkait dengan perkembangan anak menuju pemilikan pengetahuan dan keterampilan baik individu maupun kolektif.
"Perilaku kolektif terlihat pada kegiatan bermain di mana anak-anak saling berkomunikasi, bercanda, dan bermain dengan benda mainannya, seperti dhakon, gasingan, dan wayang umbul," katanya.
Ia mengatakan, mainan tradisional memiliki peranan signifikan dalam menumbuhkan kebebasan berkreasi, keleluasaan menetapkan pilihan material, bentuk, teknik, dan aturan bermain secara mandiri.
Proses pembuatan mainan tradisional menjadi ajang transformasi pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan orang tua kepada anak-anak.
"Proses tersebut mendorong anak-anak untuk menciptakan mainan sendiri sekaligus mengembangkan imajinasi, daya kreasi, dan keterampilan mereka," katanya.
Menurut dia, keberagaman mainan tradisional diciptakan tidak hanya sebagai sarana bermain semata. Selain itu mainan tradisional diciptakan dengan mengejawantahkan nilai filosofi dan keindahan fungsional yang sangat kompleks.
"Kompleksitas tersebut berkaitan dengan pandangan, perilaku, dan aktivitas hidup masyarakat penggunanya," katanya.
Misalnya, dalam mainan dhakon, yang dibuat dari batu berkaitan dengan upacara ritual yang di dalamnya mengandung nilai rohani, makna sosial, dan ungkapan estetika masyarakat.
Permainan dhakon merupakan gambaran perilaku petani sejak mereka melakukan kegiatan menanam benih di sawah hingga memanen dan menyimpan hasilnya dalam lumbung penyimpanan.
"Hal itu mencerminkan kehidupan masyarakat Yogyakarta di luar keraton yang menyandarkan hidupnya dari hasil pengolahan sawah dan ladang," katanya.
Ia mengatakan, mainan tradisional perlu diteruskan kepada generasi muda untuk menjaga eksistensi di tengah maraknya beraneka macam mainan modern saat ini.
Salah satunya bisa dilakukan dengan mengadakan festival mainan tradisional. Melalui kegiatan itu diharapkan generasi muda dapat menghayati dan memahami kompleks nilai di dalamya.
"Pewarisan juga bisa dilakukan melalui pendidikan formal maupun nonformal, misalnya dengan membentuk komunitas peduli mainan tradisional," katanya.
Sumber : antaranews.com
No comments:
Post a Comment