Ilustrasi |
Namlea - Lebih dari 600 hektar sawah di Desa Savanajaya, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru kini terancam limbah industri pengolahan emas akibat beroperasinya sejumlah tong, kolam rendaman dan ribuan buah tromol di sungai Wameten yang merupakan satu-satunya sungai pemasok air irigasi ke sawah.
Kepala Desa Savanajaya, Eko Susanto kepada Siwalima di kediamannya mengaku, sudah memberikan teguran kepada pemilik tong dan rendaman, serta pemilik tromol agar segera menghentikan seluruh kegiatan mereka. Tapi teguran tersebut tidak pernah digubris.
Ime Manopo, salah satu pemilik tong yang beroperasi di dekat Bendung Waemeten semula berjanji di hadapan kepala Desa Savanajaya akan menutup usahanya setelah material di lokasi tersebut habis diolah.
Namun akui Kepala Desa, warganya melaporkan bahwa setiap malam dua sampai empat buah truk yang masuk ke lokasi tong untuk menurunkan material tanah mengandung emas yang berasal dari Gunung Botak dan Gogorea.
Di dekat sumber air bendung Waemeten, tutur kepala desa, juga dioperasikan satu buah kolam rendaman di kebun milik La Heri.
Warganya sudah mendesak agar kegiatan tersebut dihentikan, dan masalah ini juga sudah dilaporkan ke bupati. Tapi kurang direspon dengan baik oleh pemerintah daerah setempat.
“Ada petugas pertambangan yang datang, ada juga satpol PP, tapi mereka masih saja tetap beroperasi,” tutur Eko.
Eko khawatir, bila masyarakatnya tidak dapat menahan kesabaran lalu bertindak anarkis untuk menutup paksa industri tambang tersebut.
“Tanah yang mereka tempati untuk aktivitas industri ini bukan punya masyarakat Desa Savanajaya, melainkan milik warga di desa tetangga. Tapi dampaknya yang ditimbulkan akan berimbas langsung kepada sawah milik warga Savanajaya,” beber Eko.
Sementara itu, Emi Manopo, pemilik tong yang beroperasi di Savanajaya kepada wartawan berdalih belum bisa menutup usahanya, karena material terus masuk dari warga Desa Jamilu sebagai pemilik lahan tempatnya berusaha.
Ia juga terang-terangan mengatakan, akan terus mengolah tong tersebut dan mengaku tidak khawatir dengan adanya penolakan dari warga Savanajaya, karena ada sokongan dari oknum guru pemilik lahan bernama Burham bersama warga desa tetangga.
Selain itu beberapa warga Savanajaya mengaku, masih menahan diri untuk tidak menutup paksa usaha tersebut, karena sudah ada himbauan di Masjid Jumat lalu
Pantauan Siwalima di TKP, kolam rendaman masih terus beroperasi. Ada beberapa karyawan yang bertugas menjaga usaha tersebut sedangkan pemilik lahan bernama La Hery tidak terlihat di sana.
Menurut La Isi, salah satu karyawan yang berada di sana mengatakan bahwa aktifitas masih terus berjalan. Kolam rendaman untuk memurnikan emas itu menggunakan bahan kimia A2.
“Bahan kimia A2 ini memiliki daya rusak lingkungan lebih hebat dari Asam Sianida. “Kita pakai A2 cair ini hanya beberapa tetes, sekitar 10 mililiter,” cerita La Isi.
Selain ancaman limbah industri tambang emas, sawah di Savanajaya juga terancam kekurangan pasokan air dari Bendung Waemeten, karena ribuan buah tromol yang beroperasi di sana mengambil air langsung dari sungai tersebut. Bahkan ada yang mengambil air dari saluran sekunder.
Beberapa pemilik tromol mengaku berani melakukan hal demikian, karena sudah mendapat izin. Untuk pemilik lahan dari Dusun Marloso, mereka membayar upeti sebesar Rp.100 ribu per buah tromol per bulan.
Demikian halnya dengan air yang diambil dari saluran sekunder juga tidak gratis, karena dibayarkan kepada penjaga air sebesar Rp.100 ribu per buah tromol per bulan.
Akibat pengambilan air dari saluran sekunder yang berlangsung non stop dengan menggunakan mesin-mesin pompa air berukuran besar tersebut, debit air di saluran itu berkurang jauh . Debit air turun lebih dari 30 cm. (S-31)
Sumber : http://siwalimanews.com
No comments:
Post a Comment