Ilustrasi |
JAKARTA - Pengentasan buta aksara di Kawasan Indonesia Timur (KTI) masih berjalan lambat. Hal ini terlihat dari tingginya angka tunaaksara usia 15-59 di daerah Indonesia Timur.
Tiga provinsi dengan jumlah buta aksara terbanyak adalah Papua (36,31 persen), Nusa Tenggara Barat (NTB) 16,48 persen dan Sulawesi Barat 10,33 persen. Sedangkan angka buta aksara di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih 10,13 persen.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga merilis 7 provinsi yang tingkat buta aksara usia 15-59 tahun di atas 5 persen. Ketujuh provinsi itu adalah Gorontalo (5,05 persen), Bali (6,35 persen), Sulawesi Tenggara (6,76 persen), Papua Barat (7,37 persen), Jawa Timur (7,87 persen) dan Kalimantan Barat (7,88 persen).
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Lydia Freyani Kawadi, mengatakan, penyebab tingginya angka buta aksara di Indonesia Timur karena minimnya sarana infrastruktur dan lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM). "Daerah-daerah itu dari dulu sudah merah. Untuk Papua memang tantangannya lebih besar," kata Lydia saat menggelar Konferensi Pers di Gedung Kemendikbud Jakarta Selatan, Kamis (13/9)
Lydia juga mengungkapkan bahwa selain infrastruktur dan SDM, kendala lain yang dihadapi di Papua adalah bahasa daerah setempat. "Warga sana didominasi oleh bahasa daerah dari ibunya, itu lebih susah lagi," terangnya.
Kemdikbud juga prihatin dengan daerah yang terlalu berharap pada gelontoran dana pendidikan dari pusat. "Dalam setiap kunjungan saya ke daerah, selalu saya tekankan agar kepala daerah memberikan porsi anggaran pendidikan sebesar 20 persen," kata Lydia. (abu/jpnn)
Sumber : http://www.jpnn.com
No comments:
Post a Comment