KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA
Masyarakat di daerah Gunung Seha, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, sedang melaksanakan acara menangkap ikan yang disebut Nyamah dan Ngakap beberapa waktu lalu. Acara tradisional itu digelar dalam rangka promosi pariwisata daerah Gunung Seha oleh Pemerintah Kabupaten Landak.
|
KALIMANTAN, termasuk Kalimantan Barat, dikenal dengan keindahan alamnya. Provinsi seluas 1,13 kali Pulau Jawa itu memiliki beragam pesona wisata, salah satunya wisata alam Seha di Dusun Asong Palan, Desa Aur Sampuk, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak.
Kawasan wisata alam Seha seluas sekitar 30.000 hektar. Sebelum tahun 2000, Seha lebih dikenal sebagai lokasi yang angker karena sering menjadi tempat penemuan mayat korban pembunuhan. Kawasan itu juga dipercaya dihuni makhluk halus meski pemandangan hutannya hijau dan rimbun.
Selepas tahun 2000, kawasan Seha mulai sering dikunjungi wisatawan. Tahun 2011, Seha mulai digarap serius menjadi obyek wisata oleh warga sekitar yang sadar akan potensi itu.
Obyek wisata di Seha adalah kawasan Talaga dan Bukit Ramarape.
Air terjun
Untuk menelusuri wilayah Talaga, pengunjung harus berjalan kaki melalui lembah dan tanjakan. Sepanjang jalan juga penuh dengan bebatuan berukuran kecil dan besar.
Di kawasan Talaga terdapat berbagai obyek wisata, seperti Air Terjun Anter dan Malancar. Ketinggian Air Terjun Anter sekitar 5 meter. Air terjun Malancar setinggi sekitar 15 meter. Jalanan untuk mencapai lokasi kedua air terjun itu menanjak, cocok bagi yang suka bertualang. Jarak dari jalan utama Dusun Asong Palan menuju kedua air terjun itu sekitar 4 kilometer.
Obyek wisata lain adalah Goa Jinggan. Goa Jinggan berjarak sekitar 2 kilometer dari jalan utama Dusun Asong Palan dan terletak di puncak Bukit Talaga. Diameter Goa Jinggan lebih kurang 2 meter, sedangkan kedalamannya sekitar 2 kilometer. Goa itu menembus dua bukit dan pintu keluarnya disebut warga sekitar sebagai ”pintu hantu”.
Goa Jinggan pernah digunakan mahasiswa Universitas Tanjungpura, Pontianak, sebagai lokasi panjat tebing pada 2012. Ketinggian goa itu menantang, yakni berkisar 30-50 meter.
Sekitar 1 kilometer dari Goa Jinggan, pengunjung bisa melihat Asahan Ngayau yang sepintas hanya bongkahan batu. Namun, di balik batu itu ada kisah yang membuat hati miris. Konon, pada masa ngayau (mencari kepala sesama subsuku Dayak), batu itu dipakai untuk mengasah senjata yang dipakai untuk memenggal kepala.
Sekitar 1 kilometer dari Asahan Batu ada tangga batu berjumlah tujuh tingkat yang konon menjadi lokasi untuk berdoa oleh warga pada masa lalu. Di puncak tangga ada Tanah Patunuan, tempat membakar jenazah pada zaman dahulu. Pada masa lalu, jenazah harus dibakar agar kepalanya tak diambil oleh ngayau.
Di lokasi itu juga terdapat meriam kecil dari batu dengan panjang sekitar 50 sentimeter dan diameter sekitar 20 sentimeter. Pada masa lalu, meriam itu dipuja oleh warga sekitar. Saat ini, pada bulan Mei, warga masih melakukan ritual terkait meriam itu sebagai warisan, bentuk komunikasi dengan alam semesta.
Di kawasan Talaga juga tersaji buah-buahan khas Kalbar, seperti mentawa (nangka dengan daging buah berwarna oranye) dan durian. Ada juga anggrek hutan Kalimantan dan bunga seperti bunga sakura yang disebut warga sekitar sebagai pengujam. Saat mekar, bunganya berwarna merah kekuningan.
Bukit Ramarape
Lokasi wisata yang kedua adalah kawasan Bukit Ramarape. Di wilayah ini ada kekhasan berupa obyek wisata yang mendaki. Di Bukit Ramarape ada lokasi untuk olahraga off-road.
Tahun 2012 pernah digelar off-road di lokasi itu yang diikuti peserta dari Kalbar dan Jawa. Panjang lintasan off-road sekitar 3 kilometer dengan medan yang terjal yang tidak mudah dilalui.
Di Bukit Ramarape juga terdapat satwa khas Kalbar yang nyaris punah, seperti burung burai, kijang, kancil, landak, dan trenggiling. Selain itu, ada juga monyet, tupai, burung kalincau, dan sempidan.
Menurut pemilik warung di kawasan Seha, Ningsih (37), pengunjung obyek wisata itu kebanyakan datang pada hari Minggu. ”Sebagian besar anak muda dari Kabupaten Landak. Mereka menikmati pemandangan alam dari warung yang berada di ketinggian. Pengunjung masih jarang yang masuk ke hutan karena akses jalannya masih sulit dilewati,” kata dia.
Darius (40), pemilik warung lain, menambahkan, jumlah pengunjung obyek wisata itu pada akhir pekan belum banyak. ”Paling banyak 20 orang setiap Minggu, kecuali jika ada kegiatan khusus, seperti off-road atau promosi wisata. Saat itu bisa ratusan orang yang datang,” ujar dia.
Seorang pengunjung, Rimara Yoki (23), mengatakan, dia biasa mengunjungi obyek wisata Seha pada akhir pekan bersama rekan-rekan untuk melepas kepenatan setelah seminggu bekerja. ”Udaranya masih sejuk karena pepohonan masih asri,” kata dia.
Ayu (23), pengunjung lain, berpendapat, kawasan wisata Seha amat menarik dan banyak yang bisa dikembangkan untuk menunjang pariwisata Kalbar. Namun, pengelolaannya belum optimal.
Kelompok Sadar Wisata
Kawasan wisata alam Seha saat ini dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata yang terdiri atas warga sekitar dan dibentuk Pemerintah Kabupaten Landak. Jumlah anggota kelompok ini sebanyak 49 orang.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Sahiyan (44) menuturkan, wisata alam Seha selama ini belum dikelola. Pengunjung belum dipungut retribusi seperti tempat wisata pada umumnya sebab akses menuju lokasi wisata itu juga belum begitu memadai.
Saat ini, Kelompok Sadar Wisata mulai bergotong royong membuat akses jalan yang lebih baik. Jalan itu terhubung dengan jalan utama Dusun Asong Palan menuju destinasi wisata yang ada. ”Sekarang hanya jalan setapak. Setiap hari Minggu siang hingga sore, kami membuat akses jalan yang lebih lebar,” kata Sahiyan, beberapa saat lalu.
Kelompok Sadar Wisata juga menyiapkan penerjemah dari masyarakat sekitar yang menguasai bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan baik. Fungsi mereka adalah untuk memandu wisatawan. ”Kami sempat kesulitan mencari, tetapi akhirnya ketemu juga,” kata Sahiyan lagi.
Bupati Landak Adrianus Asia Sidot menambahkan, Seha adalah salah satu kawasan wisata yang menjadi fokus pemerintah daerah saat ini. Apalagi, kontribusi sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Landak saat ini masih kurang dari 2 persen.
Upaya promosi juga dilakukan, misalnya dengan menggelar acara tradisional Nyamah dan Ngakap (menangkap ikan di kolam dengan alat tradisional menyerupai keranjang yang terbuat dari rotan). Selain itu, obyek wisata tersebut juga akan dipadukan dengan kerajinan warga sekitar. Hasil kerajinan tradisional warga akan dipajang sehingga wisatawan bisa membelinya.
Sumber : kompas.travel
Sumber : kompas.travel
No comments:
Post a Comment