Logo KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) |
Ambon: Akibat menyiarkan berita yang dianggap tidak sesuai fakta dan tidak ada klarifikasinya, lembaga penyiaran TV One dan ANTV mendapat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku.
Teguran tersebut berkaitan dengan penayangan program acara siaran “Kabar Petang” yang ditayangkan TV One pada hari Jumat, 29 Maret 2013, pukul 18.67 WIB dengan judul “Polisi Pulau Buru Amankan 17 Orang Pengibar Bendera Separatis”.
Berita yang sama ditayangkan keesokan harinya dalam program “Kabar Pagi”. Sedangkan ANTV menayangkan berita yang sama dalam program “Topik Pagi” dan disiarkan pada hari Sabtu (30/03), lalu.
“Sesuai hasil monitoring kami serta adanya pengaduan dari masyarakat, kami menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan TV One dan ANTV dalam pemberitaan menyangkut penangkapan 17 warga dengan tuduhan mengibarkan bendera separatis yang disiar pada tanggal 29 dan 30 Maret.
Dimana kedua stasiun televisi ini telah mengabaikan prinsip-prinsip jurnalistik yakni akurat, benar, dan tidak mencampuradukkan fakta dengan opini pribadi.
Hal ini bertentangan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), Standar Program Siaran (SPS), serta melanggar UU Pers Nomor 40 tahun 1999,” kata Ketua KPID Maluku, M. Azis Tunny kepada pers di Ambon, kemarin (Senin, 8/4)
Dikatakannya, teguran tersebut langsung dilayangkan kepada Direktur PT. Lativi Mediakarya (TV One) dan Direktur PT. Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) di Jakarta. Tembusan dari teguran ini disampaikan ke KPI Pusat dan Dewan Pers di Jakarta, serta Gubernur Maluku dan Komisi A DPRD Maluku di Ambon.
Menurut Azis, pemberitaan dari kedua stasiun televisi swasta ini sangat berdampak negatif pada pembentukan opini masyarakat karena televisi yang seharusnya menjadi media informasi dan komunikasi masyarakat telah menyiarkan berita seakan-akan telah terjadi pengibaran bendera separatis, yakni bendera gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS).
“Dalam tayangan tersebut sama sekali tidak di shoot barang bukti bendera separatis sebagaimana angle berita yang disiarkan, dan jurnalis yang membuat reportase sepertinya mengikuti opini polisi begitu saja tanpa melakukan verifikasi dan konfirmasi untuk pembuktian fakta dibalik peristiwa yang terjadi.
Karena kenyataan di lapangan, bendera yang dikibarkan bukanlah bendera separatis sebagaimana dituduhkan, melainkan hanya bendera negara Prancis. Ekses dari pemberitaan ini seakan-akan telah terjadi aksi makar di Pulau Buru,” ungkap Dewan Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon ini.
Selain TV One dan ANTV, Metro TV juga menayangkan berita yang sama dalam program “Headline News” pada pukul 00.03 dinihari, tanggal 30 Maret 2013.
Hanya saja, pada pagi hingga siangnya pihak Metro TV menampilkan klarifikasi dan menjelaskan bahwa ke-17 orang itu telah dibebaskan karena tidak terbukti mengibarkan bendera RMS di Pulau Buru. Klarifikasi dari pihak Polres Pulau Buru ini dilakukan Metro TV melalui running text secara berulang-ulang.
Meskipun begitu, Metro TV juga mendapat teguran, hanya saja berbeda dengan TV One dan ANTV.
Ditegaskannya, akibat dari pemberitaan itu, KPID Maluku mendapat banyak pengaduan dari masyarakat. Berita tersebut dinilai meresahkan dan telah membentuk opini seakan ada prakondisi menjelang tanggal 25 April yang selalu menjadi momok masyarakat Maluku karena diklaim sebagai Hari Kemerdekaan RMS. Karena itu, masyarakat dihantui rasa trauma konflik dan ketakutan adanya kondisi instabilitas keamanan.
Akibat dari pemberitaan tersebut, TV One dan ANTV telah melanggar Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pada BAB XVIII tentang Prinsip-Prinsip Jurnalistik Pasal 22, juga melanggar Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS) pada Bab XVIII tentang Program Siaran Jurnalistik Pasal 40, serta pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers Bab II tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan Pers pada Pasal 6.
Sementara itu, Komisioner KPID Maluku Bidang Pengawasan Isi Siaran Nia Novida menegaskan, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar SPS dapat dijatuhi sanksi administrasi oleh KPI sebagaimana diatur dalam Pasal 57 Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang SPS.
Dijelaskannya, sanksi administrasi yang dimaksudkan itu dapat berupa teguran tertulis, penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu, pembatasan durasi dan waktu siaran, denda administratif, pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, hingga pencambutan izin penyelenggaran penyiaran.
Ketentuan tentang sanksi administratif juga diatur dalam UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 pada Pasal 55 ayat 1 dan 2.
“Sebagai televisi berita, kami tidak melarang TV One dan ANTV untuk mencari, mengumpulkan, mengelola dan menyiarkan informasi kepada publik karena hak memperoleh informasi juga menjadi hak publik yang diatur dalam konstitusi UUD 1945 amandemen ke-4 Pasal 28 F, juga didilindungi dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Hanya saja kesalahan pemberitaan tidak bisa kami biarkan, apalagi eksesnya ke mayarakat dapat menimbukan kecemasan dan dampak negatif lainnya. Kami tidak mau kalau media kemudian menjadi alat propaganda untuk menyiarkan berita bohong,” tegasnya.
Akibat kesalahan tersebut, KPID Maluku secara kelembagaan memberikan teguran tertulis kepada TV One dan ANTV serta meminta agar segera melakukan ralat atau perbaikan terhadap pemberitaan tersebut.
“Kami juga meminta agar Peraturan KPI tentang P3 dan SPS harus dipahami secara baik oleh seluruh jurnalis TV One dan ANTV yang melakukan tugas di lapangan, termasuk di wilayah Maluku, agar ke depan tidak lagi melakukan kesalahan yang sama,” tandasnya. (Qin)
Sumber : moluken.com
No comments:
Post a Comment