Ilustrasi : Gelombang Tsunami |
Langgur - Datangnya bencana siapa yang dapat menduga. Siapa sangka, Tsunami mahadasyat di Banda Aceh 2004 silam akan terjadi dan kini menjadi cerita pilu bagi bangsa Indonesia. Ancaman bencana bisa menimpa siapapun, kapapun dan dimanapun berada. Namun yang terpenting dari bencana adalah upaya mengantisipasi datangnya bencana seperti yang diperlihatkan sewaktu banjir bandang hasil luapan air dari Dam Way Ela Negeri Lima di Kabupaten Maluku Tengah, tidak ada korban jiwa yang besar karena telah ada antisipasi sejak dini. Kini peringatan akan adanya bencana gempa skala besar yang berpotensi Tsunami mengancam kepulauan Maluku.
Wilayah Maluku berada tepat diatas pergerakan tiga buah lempengan kulit bumi tektonik, Indo - Australia, Indo - Filipina dan Indo– Pacifik yang bertemu tepat dibawa laut Banda menjadi ancaman adanya gempa yang dapat berujung Tsunami maha dashyat.
Abdul Gani Muslim Renuat, seorang peneliti muda asal Kepulauan Kei menjelaskan wilayah Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara termasuk wilayah yang paling rentan terjadinya bencana. Bencana alam yang umumnya terjadi di Kepulauan Kei diantaranya angin kencang, iklim yang labil karena pola musim yang tidak menentu dan gempa bumi skala besar.
Dia mengakui, bukti dari ancaman bencana itu dengan dibentuknya produk hukum daerah (perda) yang mengatur Penyelenggaraan dan Penanggulangan Bencana Alam di Kabupaten Maluku Tenggara. Posisi kepulauan Maluku berfondasikan pertemuan tiga lempengan kulit bumi tektonik, Indo - Australia, Indo - Filipina dan Indo – Pacifik yang bertemu tepat dibawa laut Banda.
Nah, fakta inilah yang menempatkan Maluku termasuk Kepulauan Kei sebagai daerah rawan bencana. Jika menoleh kembali sejarah, bencana besar dan terdashyat pernah menghantam Maluku tahun, 1674, 1852 dan 1929. Kepulauan Kei sendiri pernah terpapar bencana kelaparan tahun 1963 dan 1969. Bahkan, apabila dikaji Pulau Sumatera hanya berada di atas dua pergerakan lempengan kulit bumi namun betapa besarnya hasil gempa 7,5 skala richter yang berakhir dengan tsunami maha dashyat.
"Jika kita bandingkan saja di Pulau Sumatera hanya pergerakan dua lempengan kulit bumi dapat menghasilkan gempa berkekuataan 7,5 SR dengan tsunami. Bagaimana dengan wilayah Maluku yang berada diatas tiga lempengan? Entah berapa kekuataan gempa yang akan dihasilkan dan dapat saja berpotensi tsunami," akuinya dengan menunjukan data-data bencana.
Peneliti Partners for Resilience (PFR) yang aktif di LSM Nen Mas Il Tual ini mengakui dalam upaya mengantisipasi bencana di Kepulauan Kei, pihaknya terus berupaya mengintegrasikan masalah kebencanaan di sejumlah lembaga.
LSM Nen Mas Il terus mensosialisaikan potensi bencana dengan penanggulangan di sejumlah instansi diantaranya lembaga pendidikan, kelompok masyarakat, maupun Pemerintah dan DPRD. "Fokus utama Nen Mas Il yakni, sosialisasi dan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat dalam upaya kesiapan menghadapi bencana sehingga warga tetap waspada. Apapun informasi bencana yang diterima harus dikonfirmasikan kepada lembaga penanggulangan bencana yang berwenang," paparnya.
Renuat kembali menegaskan pertemuan tiga lempengan tektonik di laut Banda makin memperkuat asumsi adanya potensi tsunami di Kepulauan Kei. “Kalau di Aceh hanya dua lempengen kulit bumi namun bisa terjadi tsunami maha dahsyat. Apalagi di Maluku, ini harus diantisipasi. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana, misalnya menjaga dan melestarikan alam," tutupnya. (CR1)
Sumber : ambonekspres.com
No comments:
Post a Comment