Oleh : Jun Mahdi, Fasilitator PNPM Perkotaan beralamat di Bengkulu.
Sepertinya carut-marut dunia pendidikan di Indonesia sudahlah penyakit menular yang sangat sulit untuk diberantas.
Setiap tahunnya ada saja persoalan dan masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia ini, mulai dari pungutan liar sekolah, ijazah yang ditahan pihak sekolah, sampai ada juga siswa yang harus gantung diri karena takut tidak lulus UAN.
Dan cerita yang paling lama adalah masih ada saja anak-anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi karena terganjal biaya sekolah.
Adalah pemerintah sudah melakukan upaya untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan semua proses yang berlangsung di sekolah dengan telah dibentuknya Komite Sekolah berdasarkan SK Mendiknas No. 044/U/2002 yang berperan sebagai; pemberi pertimbangan, pendukung, dan pemberi kontrol di suatu pendidikan.
Dimana anggota Komite Sekolah adalah unsur masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, guru dan wali murid. Sedangkan Komite Sekolah adalah lembaga non profit dan non politis yang bertanggung jawab terhadap Peningkatan kualiatas proses dan hasil pendidikan.
Seiring perkembangannya Komite Sekolah sepertinya belum menunjukkan fungsi dan perannya. Malahan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Komite Sekolah terasa memberatkan bagi wali murid yang kehidupan perekonomianya menengah ke bawah.
Di Bengkulu misalnya di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri, pada tahun ajaran 2011/2012 yang lalu setiap siswa baru dibebankan untuk membayar uang bangku, uang pembanguanan, uang seragam, dan lain sebagainya atas persetujuan Komite Sekolah.
Malah disekolah ini siswanya diharuskan untuk membayar uang SPP dan Uang Komite setiap bulannya, yang jelas-jelas tentu saja menambah beban bagi orang tua wali siswa sekolah tersebut.
Dan saat masuk tahun ajaran baru kemarin (Tahun 2012/2013) siswa kelas 10 yang naik ke kelas 11 harus malakuakan pendaftaran ulang dimana didalamnya tercantum membayar uang Komite untuk satu bulan. Jika demikian masihkan Komite Sekolah adalah lembaga yang non profit?
Entah bagaimana pendidikan di Indonesia ini bisa berjalan dengan baik sedangkan siswa-siswanya belajar dalam tekanan, terutama siswa kurang mampu.
Karena setiap bulannya mereka selalu dibayangkan membayar sejumlah uang, untuk memperolehnya orang tau mereka harus berjuang sangat keras. Yang tentu saja tidaklah semudah saat orang-orang menentukan kebijakan yang menyusahkan mereka.
Sudah seharunya juga orang-orang yang katanya perduli dengan pendidikan, ataupun pihak-pihak yang berwenang dalam pendidikan di Indonesia ini kembali malakuakan evalusai terhadap semua kebijakan (subsidi BBM, dana BOS, dll) yang telah dikeluarkan dan meninjau ulang fungsi dan peran lembaga-lembaga hasil bentukan mereka.
Bukan sekedar menerima laporan di atas kertas saja, atau menerima e-mail di laptop kantor. Agar tidak terjadi lagi hal-hal yang tentu saja akan merugikan kita semua.
Karena dengan semakin banyaknya anak-anak bangsa ini yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ketingkat yang labih tinggi, maka SDM yang dihasilkan tidaklah mampu untuk memikirkan kehidupan Negara ini ke masa yang akan datang.
Padahal katanya "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dimana Negara memprioritaskan anggaran pendidikan"
Harusnya Indonesia belajar dari Negara Finlandia dimana dari TK sampai Perguruan Tinggi biaya pendidikan adalah Gratis dan itupun berlaku untuk warga pendatang.
Sumber : detik.com
No comments:
Post a Comment