JAKARTA–Aksi penolakan warga
Kalimantan Tengah atas kedatangan massa Front Pembela Islam (FPI), mendapat tanggapan luas. Penolakan
tersebut memperkuat indikasi organisasi FPI mulai dikategorikan meresahkan
masyarakat. Itulah yang menjadi alasan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
memberikan sinyal pembekuan terhadap organisasi yang diasuh Rizieq Syihab ini.
Alasannya, organisasi tersebut tidak selaras pada tujuan dan manfaat bagi
masyarakat dan negara. ”Saat ini Kementerian Dalam Negeri tengah mengevaluasi beberapa
ormas yang melakukan anarkhisme. Termasuk FPI, evaluasi itu dilakukan oleh
direktur Kesabangpol Kemendagri,” tegas Gamawan Fauzi usai mengikuti rapat
terbatas Menkopolhukam di Jakarta, Senin (13/2). Menurutnya, evaluasi bagi FPI
itu dilakukan sejak terbukti melakukan kekerasan sebanyak dua kali. Pertama
kekerasan di Monas dan kedua kekerasan di kantor Kemendagri. Semua kekerasan
tersebut, katanya, telah menimbulkan kerugian bagi negara. Dalam mekanismenya,
sambung dia, ormas yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi pembekuan.
Proses itu diawali oleh pemberian teguran keras yang berjenjang, sampai pada
pembekuan dan pembubaran. ”Hal itu bisa terjadi pada FPI yang saat ini masih
dievaluasi oleh Kesbangpol,” ungkap mantan Gubernur Sumatera Barat ini. Terkait
penolakan warga di Kalimantan Tengah, Gamawan merasa tindakan cepat yang
dilakukan gubernur setempat cukup baik. Dengan mengajak berbagai tokoh agama
dan elemen masyarakat berdialog membahas penolakan tersebut. Prinsipnya, lanjut
dia tidak boleh ada tindakan yang mengarah pada masalah SARA. Hal tersebut
perlu menjadi penegasan bagi semua kelompok. “Kita tidak berharap penolakan
tersebut dipahami sebagai persoalan SARA,” papar dia. Lebih detail Gamawan
menyebutkan pembentukan organisasi massa yang ada saat ini didasari oleh
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985. Regulasi tersebut sudah tidak mengikuti
perubahan zaman. Sehingga perlu ada revisi secepatnya. Gamawan menjelaskan
dalam UU No.8 Tahun 1985 tersebut sudah cukup memaknai tentang hakikat berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Tetapi harus ditegaskan lagi tujuan dan
manfaat dari kegiatan ersebut. “Bukan hanya berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat orang boleh berorganisasi. Tapi juga dalam rangka
membangun bangsa dan negara,” imbuhnya. Dia menilai regulasi yang ada saat ini
sangat lambat memberikan sanksi bagi ormas bermasalah. Karena terlalu panjang
mekanisme lahirnya sanksi tersebut. Bahkan bisa pula putusan terhadap sanksi
dibatalkan melalui pengadilan. Hal itu, menurut Gamawan, tidaklah efektif dan
baik. Bahkan banyak ormas yang ada tidak memiliki badan hukum yang jelas.
Dengan sumber dana yang juga tidak dapat dipertanggung jawabkan. ”UU No. 8
Tahun 1985 itu terlalu panjang proses pembubarannya. Bisa masuk dalam perkara banding.
Itu kan tidak baik,” paparnya. Sementara itu, Habib Rizieq Syihab menegaskan
keberadaan FPI di Kalteng tak ada penolakan. Itu dibuktikan dari keberadaan FPI
didasari oleh keinginan masyarakat setempat. Bukan pada keinginan dari
organisasi FPI. “FPI tetap akan didirikan di seluruh wilayah NKRI, terutama di
Kalteng,” ungkapnya. Habib Rizieq
memastikan tidak ada masyarakat Dayak yang menolak FPI, bahkan FPI pun telah
diminta masyarakat Dayak untuk membelanya dalam konflik agraria yang terjadi
antara masyarakat Dayak dengan perusahaan-perusahaan jahat yang dilindungi
pejabat yang tidak kalah jahatnya. ”Jangan salah, yang mengepung FPI bukan
orang dayak, tapi preman,” kelitnya. Aksi Tanpa FPI Sore ini lalu lintas di
sekitar bundaran HI dipastikan lebih padat dari biasanya. Rencananya, mulai
pukul 15.30 down town Jakarta itu akan menjadi lokasi aksi ’Indonesia Tanpa
FPI’. Rencana aksi sudah tersebar sejak kemarin melalui jejaring sosial. "Kami pecinta damai lho Mas. Ini hanya
sedikit menggeliatlah," ujar Tunggal Prameswi, salah satu aktivis
perempuan yang terlibat pada aksi sore nanti kepada INDOPOS. Dalam berbagai
jejaring sosial, mereka yang hendak bergabung disilakan datang dengan dress
code warna hitam. Tunggal menyebut, dress code tidak harus hitam dan bebas
saja. Apa tidak takut FPI datang dan menandingi aksi? "Kalau takut terus
ya kalah terus Mas. Emangnya negara ini punya FPI thok?" ujar Tunggal.
Dalam kabar berantai di jejaring sosial, aksi ini diberi judul Aksi Damai
Gerakan Indonesia Tanpa FPI. Tanpa kekerasan dan damai menjadi bingkai
utamanya. Menanggapi rencana ini, Habib Salim, salah satu sesepuh FPI Jakarta
menyatakan akan memantaunya terlebih dahulu. "Kalau tujuan mereka
memancing keributan, kami minta polisi membubarkan. Kalau polisi tidak bisa,
umat Islam yang akan membubarkannya," katanya. Menurutnya, FPI tidak akan
menggelar aksi tandingan. Namun, di lapangan, Laskar Front Pembela Islam
beserta ormas lain dalam Forum Umat Islam (FUI) akan ikut turun ke jalan.
"Mereka (Gerakan Indonesia Tanpa FPI, Red)ini kan bagian dari yang mengacaukan
bangsa," sambungnya. Dia menambahkan, munculnya gerakan ini cukup aneh
mengingat FPI selama ini diam-diam saja. (rko/tir)
No comments:
Post a Comment