Kondisi Desa Negeri Lima pasca di terjang air bah luapan Dam Way Ela |
Ambon - Didahului longsornya lapisan tanah di kiri kanan saluran peluncur, kehancuran sistemik atau dam break di seluruh bangunan spillway bendung alam (natural dam) Wae Ela, Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, akhirnya tak terhindarkan.
Wae Ela yang disebut-sebut sebagai bendungan alam terbesar di dunia itu dengan ukuran panjang 1000 meter dan lebar 200 meter persegi dengan kedalaman 80 meter dengan volume air 19,5 juta kubik hancur sebagian tepat pukul 12.45 Wit.
Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memperingatkan, Wae Ela akan jebol tanggal 25 Juli 2013. Peringatan terbukti dengan meluapnya air dalam jutaan meter kubik. Sebagian Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah luluh lantak tersapu banjir bandang Wae Ela.
Pantauan koran ini tepat pukul 10.37 Wit, cuaca masih mendung tak ada hujan, satu dari dua titik paling kritis spill way Wae Ela yakni, tembok mercu roboh diterjang air. Lalu pada pukul 10.45 Wit dua dinding tegak di kiri kanan pintu spillway, tak jauh dari mercu, patah dua secara bergiliran.
Sementara itu longsoran sporadis tebing-tebing tanah di sekitar spill way terus terjadi. Lalu tepat pukul 10.57 Wit, kedua dinding tegak setinggi 7 meter itu roboh secara bergiliran. Kejadian ini menimbulkan suara dentuman keras. Air di saluran spillway terlihat mulai mengamuk.
Sementara di bagian kaki tanggul, bunyi air menderu-deru. Bergemuruh saat meluncur di alur peluncur. Inilah titik kedua paling kritis di bangunan spillway. Posisinya terjal dengan kemiringan sekira 60 derajat.
Di sini, air telah berobah jadi lumpur dan semakin menggila. Kaki tanggul kiri dan kanan yang tersusun dari material tanah dan batu itu terkikis hebat, dan runtuh ke dalam saluran peluncur yang berada di antara bangunan spillway pertama dan kedua.
Berton-ton material hanyut dan meluber ke seluruh badan sungai di bawah tanggul. Mirip aliran lava gunung api, berwarna coklat keemasan. Pada pukul 11.50 Wit, bersamaan dengan runtuhnya sebagian Dam Wae Ela, limpahan air berobah drastis.
Massa air dalam ukuran raksasa tiba-tiba telah memenuhi aliran sungai Wae Ela di bawah tanggul. Lidah-lidah air terlihat tegak setinggi puluhan meter hampir sama rata dengan ketinggian sebuah gunung batu di sebelah kanan sungai.
Alirannya bergulung-gulung saling kejar mengejar disertai bunyi gemuruh. Air menerjang apa saja di pinggir sungai. Banyak pohon yang tumbang dan hanyut.
Kehancuran sistem bangunan air di alur peluncur mulai terjadi sekira pukul 08.00 Wit pagi. Ketika itu terpal-terpal geo-membran yang dipasang sejak malamnya, akhirnya lepas dari posisinya, digulung air dari saluran spill way pertama.
Ini terjadi akibat longsoran kaki tanggul di sekitarnya. Kejadian ini mengakibatkan rusaknya permukaan alur peluncur yang tersusun dari material tanah labil itu, akibat terkikis oleh air yang datang dalam volume besar.
Salah satu staf ahli pada proyek Natural Dam Wae Ela menepis anggapan khalayak umum, kalau rusaknya sebagian Dam Wae Ela akibat rendahnya kualitas bangunan spill way maupun lambannya penanganan teknis.
Dia menyatakan, rusaknya natural dam Wae Ela, murni force mayor, atau bencana alam di luar kemampuan manusia. Dijelaskan, hujan tiga hari dengan intensitas tinggi hingga hari Rabu (24/7) mengakibatkan tanah di sekitar spill way jenuh air. Lalu terjadilah longsoran di wilayah tanggul antara spill way pertama dan kedua. "Saluran pada spill way tidak berfungsi akibat scooring atau penggerusan," ungkapnya kepada Ambon Ekspres terpisah.
Ini lalu mengakibatkan bangunan mercu ambrol, kedua dinding tegak setinggi 7 meter juga ambrol. Inilah yang disebut dam break, atau hancurnya bendungan. Dari sini kehancuran sistematis terjadi, mirip efek domino. "Jadi sekali lagi bukan karena kualitas bangunan atau kelambatan pekerjaan," paparnya.
Sumber di Balai Sungai Wilayah Maluku, menyebutkan, kemarin debit air naik jauh besar dari biasanya akibat tingginya curah hujan. “Kalau biasanya per hari 20 sampai 30 centimeter, kemarin tiap jam naik 10 centimeter. Kenaikannya bahkan lebih tinggi dan melampaui spillway,” kata dia.
Sesuai RTD, banyak yang terkena dampak, namun spillway masih mampu menahan dan melemahkan energy sehingga dampaknya juga agak kecil. Sampai kemarin, informasi yang diperoleh Ambon Ekspres, ada 1 korban hilang dan dua orang dilaporkan luka-luka.
Pihak BSW mengakui, kemarin debit air yang masuk di spillway diluar dugaan, sangat besar sekali akibat tingginya curah hujan. Mereka juga mengaku, spillway darurat tidak mampu menahan jumlah debit air yang sudah kian besar, ditambah debit air dari air terjun dari gunung, maupun dari sungai itu sendiri.
Spillway yang dibangun diatas tanah bekas longsoran tidak mampu menahan kekuatan air yang sangat kuat, dan mengikis kemudian menjatuhkan spillway. “Debit air hampir 20 juta kubik, hampir 15 kali besarnya dari kasus Situgintung. Namun korban nyawa berhasil diminimalisir,” kata sumber ini.
Kini air sungai kembali normal, seperti aslinya.
Sementara itu sumber JICA menyebutkan, dam break pernah terjadi empat kasus di Jepang. Faktor pemicunya juga karena kejenuhan lahan akibat intensitas hujan yang tinggi. Itu pun bendungannya kecil-kecil, tidak sebesar Wae Ela. Bendungannya juga dinilai berkualitas.
Terpisah di Desa Negeri Lima, ribuan orang berlarian bercucuran air mata. Terutama anak-anak dan ibu-ibu, histeris karena panik, pada saat luapan air Wae Ela masuk kampong hanya dalam 3 menit. Tercatat antara 300-400 warga Hena Helu, kawasan tengah Negeri Lima berlarian ke tempat-tempat pengungsian yang telah disediakan di dusun Latang dan dusun Patoi.
Patahnya sebagian Natural Dam Wae Ela, dentumannya bahkan terdengar hingga ke desa yang terletak di pesisir pantai itu. Tiang-tiang listrik bergoyang, di saat itu. Warga berlarian hanya membawa perhiasan, uang dan surat penting, seperti ijasah.
Sementara beberapa warga terlihat terpaku menyaksikan luapan air sungai mencapai 10 meter dan menghanyutkan rumah-rumah mereka ke laut. Ratusan rumah warga lenyap dari tempatnya. Juga satu PAUD, dua sekolah dasar, masing-masing SD Negeri 1 dan 2 Desa Negeri Lima, SMPN 5 Negeri Lima dan SMA 5 Negeri Lima. Satu lapangan sepakbola lenyap tertutup tanah lumpur, satu jembatan putus, satu tower jaringan seluler dibawa banjir.
Gubernur Karel Albert Ralahalu dan Bupati Malteng, Abua Tuasikal maupun pejabat terkait pemda lainnya enggan berkomentar ketika dimintai keterangan. Tapi pihak BNPB, Balai Sungai Wilayah Maluku dan Dinas Kesehatan telah siaga di lokasi.
Salah satu pejabat yang tidak ingin namanya disebutkan, pemerintah sudah maksimal, tapi ada masyarakat yang tidak ingin mendengar himbauan pemerintah untuk mengungsi. Ada sebagian warga yang bersikeras tidak ingin diungsikan. Akhirnya terjebak dalam rumah. Sementara banjir telah menerjang sekeliling rumahnya.
Sebelum banjir bandang itu, sekitar pukul 12.15 Wit, saat Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu meninggalkan Negeri Lima dan tiba di desa tetangga yaitu Negeri Seith, terpaksa balik untuk memastikan warga telah mengungsi, meski ditemukan ada saja yang bertahan tidak mau pergi tinggalkan kampung.
Informasi korban hingga berita ini naik cetak simpang siur. Tapi data yang diterima Ambon Ekspres, dari 5227 jiwa, tercatat tiga korban. Satu meninggal dua lainnya hilang, yaitu H Aman Pirasouw (lansia). Sedang dua korban hidup, salah satunya Muksin Soulissa (remaja) sedang satunya belum terindentifikasi. Pihak medis menyebutkan 24 orang luka ringan, satu luka berat.
Sementara ribuan orang mendiami tempat-tempat aman, di tenda-tenda pengungsian maupun rumah-rumah keluarga mereka, yang rumahnya tidak tersapu banjir. Selain mengungsi di tenda pengungsian ada pula yang mengungsi di rumah sakit Ina Nahi Negeri Lima berjumlah ratusan orang.
Warga umumnya mengaku masih trauma dan takut terjadi banjir susulan. Salah satu warga Muksen Soumena (43) menuturkan meski mereka meninggalkan rumah dengan pakaian seadanya, mereka bersyukur bencana ini terjadi di siang hari. "Kalau tidak mayat-mayat pasti dikumpul di pantai," katanya.
Maemunah (30) yang rumahnya hancur mengungkapkan kendala yang dialami pengungsi yakni tidak tersedianya makananan yang cukup, terutama untuk anak balita. Pengungsi juga terlihat kelelahan, akibat kebanyakan mereka tidak tidur malam harinya hingga pagi sebelum Wae Ela jebol.
Ahmad (45) bersyukur karena sempat mengetahui Wae Ela akan jebol pada tanggal 25 Juli 2013 setelah membaca peringatan BNPB di koran ini, pada edisi lalu.
Di Dusun Mamua, tak jauh dari Desa Negeri Lima, 20 KK akhirnya mengungsi setelah hujan semalam. Mereka tidak tidur dari pukul 02.00 Wit dini hari. Sungai Mamua meluap mengakibatkan akses transportasi terputus sejak pagi hingga siang. Sejumlah mobil angkutan dari Kecamatan Leihitu Barat tertahan di dusun Mamua.(M5/CR7)
Sumber : ambonekspres.com
No comments:
Post a Comment